Agen Togel Online

agen togel online

Cerita Seks - Korban Patah Hati

Share it:
totosc.com

Cerita Seks Korban Patah Hati

Kisahnya begini, saat aku sedang berkeliling untuk mencari sebuah info untuk sebuah tugas kantor, aku tidak sengaja lewat di kurang lebihan bundaran HI, nyatanya disana tidak sedikit orang berkampanye untuk sebuah partai, perkenalkan nama aku Monray panggilan “Ray” aku bekerja di sebuah perusahaan yang tahapnya untuk meliput sebuah kabar / acara.

Saat aku sedang mengambil foto di kurang lebihan budaran HI. Disitulah ada gadis yang terbukti cantik parasnya, pandanganku tertuju terhadap gadis itu, saat itu dirinya sedang bergerombol dengan kawannya yang berkampanye terhadap sebuah partai, dirinya memberiku senyuman kepadaku.

Gadis itu serta kawannya menggunakan sebuah kaos partai, yang mana tahap bawahannya serta lengannya dipotong jadi menyerupai sedang menggunakan tank top, sedangkan bawahannya dipadu dengan celana panjang ekstra ketat yang berwarna putih.

“Mas, Mas wartawan ya?” katanya kepadaku.
“Iya”.
“Wawancarai kami dong”, Salah seorang kawannya nyeletuk.
“Emang mau?”.
“Tentu dong. Tapi photo kami dulu…”

Mereka beraksi saat kuarahkan kameraku terhadap mereka. Dengan lagak serta gaya masing-masing mereka berpose.

“Kenapa telah ada di sini, sih? Bukankah ____ (nama partai) baru besok kampanyenya?”.
“Biarin Mas, daripada besok dikuasai partai lain?”.
“Terbukti bakal terus di sini? Hingga pagi?”.
“Iya, demi ____ (nama partai), kami rela begadang semalaman.”
“Hebat.”
“Mas di sini aja, Mas. Kelak tentu ada lagi yang ingin manjat tugu selamat datang.” Kata gadis yang hebat perhatianku itu.

Aku pun duduk dekat mereka, berbincang mengenai pemilu hari ini. Harapan-harapan mereka, tasumsi mereka, serta pendapat mereka. Mereka cukup loyal terhadap partai mereka itu, mesikipun tampak sedikit sedih, sebab pemimpin partai mereka itu tidak lebih berani bicara. Padahal diproyeksikan untuk menjadi calon presiden. Aku maklum, sebab tahu latar belakang pemimpin yang mereka maksudkan itu.

“Eh, nama kalian siapa?” Tanyaku, “Aku Ray.”
“Saya Diana.” Kata cewek manis itu, lalu kawan-kawannya yang lain pun menyebut nama. Kami terus bercakap-cakap, sambil minum teh botol yang dipasarkan pedagang asongan.

Waktu terus berlalu. Berbagai kali aku meninggalkan mereka untuk mengejar sumber kabar. Malam itu bundaran HI didatangi Kapolri yang meninjau serta ‘menyerah’ menonton massa yang telah bergerombol untuk pawai serta kampanye, sebab jadwal resminya merupakan pukul 06.00 – 18.00.

Saat aku kembali, gerombolan Diana tetap ada di sana.

“Saya ke kantor dulu ya, memberbagi kaset rekaman serta hasil photoku. Hingga ketemu.” Pamitku.
“Eh, Mas, Mas Ray! Kantornya “x” (nama koranku), khan. Boleh saya menumpang?” Diana berteriak kepadaku.

“Kemana?”
“Rumah. Rumah saya di dekat situ juga.”
“Boleh saja.” Kataku, “Tapi katanya mau tetap di sini? Begadang?”
“Nggak deh. Ngantuk. Boleh ya? Gak ada yang mau ngantarin nih.”

Aku pun mengangguk. Tapi dari tempatku berdiri, aku bisa menonton di dalam mini bus itu ada sepasang remaja berciuman. Sangatlah kampanye, nih? Sama saja kejadian waktu meliput demontrasi mahasiswa dulu. Waktu teriak, ikutan teriak. Yang pacaran, ya pacaran. (Ini cuma sekedar nyentil, lho. Bukan menghujat. Angkat topi buat gerakan mahasiswa kita! Peace!)

Diana menggandengku. Aku melambai pada rekan-rekannya.

“Diana! Pulang lho! Jangan malah selingkuh …” Teriak salah seorang kawannya.

Diana cuma membawa tinjunya, tapi matanya kulihat mengedip. Lalu kami pun menuju mobilku. Dengan lincah Diana telah duduk di sampingku. Mulutnya berkicau terus, bertanya-tanya mengenai profesiku. Aku menjawabnya dengan bahagia hati.

Terkadang pun aku bertanya padanya. Dari situ aku tahu dirinya sekolah di sebuah SMA di daerah Bulungan, kelas 2. Tadi ikut-ikutan kawan-kawannya saja. Politik? Pusing ah mikirinnya. Usianya baru 18 tahun, tapi tidak mendaftar pemilu tahun ini. Kami terus bercakap-cakap. Dirinya telah terus bersahabat denganku.

“Kamu telah punya pacar, belum?” Tanyaku.
“Telah.” Nadanya jadi lain, agak-agak sendu.
“Tidak ikut tadi?”
“Nggak.”
“Kenapa?”
“Lagi marahan aja.”
“Wah.., gawat nih.”
“Biarin aja.”
“Kenapa emangnya?”
“Dia ketangkap basah selingkuh dengan kawanku, tapi tidak mengaku.”

“Perang, dong?”
“Aku marah! Eh dirinya lebih galak.”
“Dibalas lagi dong. Jangan didiemin aja.”
“Gimana caranya?” Tanyanya polos.
“Kamu selingkuh juga.” Jawabku asal-asalan.
“Bener?”
“Iya. Jangan mau dibohongin, cowok tu rutin begitu.”
“Lho, Mas sendiri cowok.”
“Makanya, aku tidak percaya sama cowok. Sumpah, hingga kini aku tidak sempat pacaran sama cowok. Hahaha.”

Dia ikut tertawa.

Aku mengambil rokok dari saku depan kemejaku, menyalakannya. Diana meminta satu rokokku. Anak ini badung juga. Sambil merokok, dirinya tampak lebih rileks, kakinya tanpa sadar telah nemplok di dashboardku. Aku merengut, hendak marah, tapi tidak jadi, pahanya yang mulus terpampang di depanku, membikin gondokku hilang.

Seusai itu aku mulai berminat mencuri-curi pandang. Diana tidak sadar, dirinya memejamkan mata, menikmati asap rokok yang mengepul serta keluar melewati jendela yang terbuka. Gadis ini sangatlah cantik. Rambutnya panjang. Tubuhnya indah. Dari baju kaosnya yang pendek, bisa kulihat putih mulus perutnya. Dadanya mengembang sempurna, tegak berisi

Tanpa sadar penisku bereaksi.

Aku menyalakan tape mobilku. Diana memandangku saat sebuah lagu romantis terdengar.

“Mas, seusai ini mau kemana?”
“Pulang. Kemana lagi?”
“Kita ke pantai saja yuk. Aku suntuk nih.” Katanya menghembuskan asap putih dari mulutnya.
“Ngapain”

“Lihat laut, ngedengerin ombak, ngapain aja deh. Aku males pulang jadinya. Rutin ingat Ipet, kalau aku sendirian.”

“Ipet?”
“Pacarku.”
“Oh. Tapi tadi katanya ngantuk?”
“Udah terbang bersama asap.” Katanya, tubuhnya doyong ke arahku, melingkarkan lengan ke bahuku, dadanya menempel di pangkal tangan kiriku. Hangat.

“Bolehlah.” Kataku, seusai berpikir kalau besok aku tidak wajib pagi-pagi ke kantor. Jadi seusai mengantar materi yang kudapat terhadap rekanku yang bakal membikin kabarnya, aku serta Diana menuju arah utara. Ancol! Mana lagi pantai di Jakarta ini.

Aku parkirkan mobil Kijangku di pinggir pantai Ancol. Di sana kami terdiam, mendengarkan ombak, begitu istilah Diana tadi. Hingga setengah jam kami hanya berdiam. Tetapi kami duduk telah terus rapat, jadi bisa kurasakan lembutnya tubuh yang ada di sampingku.

Tiba-tiba Diana mencium pipiku.

“Terima kasih, Mas Ray.”
“Untuk apa?”
“Sebab telah mau menemani Diana.”

Aku hanya diam. Menatapnya. Dirinya pun menatapku. Perlahan menunduk. Kunikmati kecantikan wajahnya. Tanpa sadar aku raih wajahnya, dengan sangat perlahan-lahan kudekatkan wajahku ke wajahnya, aku cium bibirnya, lalu aku tarik lagi wajahku agak menjauh.

Aku rasakan hatiku tergetar, bibirku pun kurasakan bergetar, begitu juga dengan bibirnya. Aku tersenyum, serta ia pun tersenyum. Kami berciuman kembali. Saat hendak merebahkannya, setir mobil menghalang gerakan kami. Kami berdua pindah ke bangku tengah Kijangku.

Aku cium kening Diana terlebih dahulu, kemudian kedua matanya, hidungnya, kedua pipinya, lalu bibirnya. Diana terpejam serta kudengar nafasnya mulai agak terasa memburu, kami berdua terbenam dalam ciuman yang hangat membara. Tanganku memegang dadanya, meremasnya dari balik kaos tipis serta bhnya.

Sesaat kemudian kaos itu telah kubuka. Aku arahkan mulutku ke lehernya, ke pundaknya, lalu turun ke buah dadanya yang indah, besar, montok, kencang, dengan puting yang memerah. Tanganku membuka kaitan BH hitamnya. Aku mainkan lidahku di puting kedua buah dadanya yang mulai mengeras. Yang kiri lalu yang kanan.

“Mas Ray, kalian tau saja kelemahan saya, saya paling nggak tahan kalo dijilat susu saya…, aahh…”.

Aku pun telah terus asyik mencumbu serta menjilati puting buah dadanya, lalu ke perutnya, pusarnya, sambil tanganku membuka mini skirtnya. Terpampanglah jelas tubuh telanjang gadis itu. Celana dalamnya yang berwarna hitam, menerawangkan bulu-bulu halus yang ada di situ. Kuciumi daerah hitam itu.

Aku berhenti, lalu aku bertanya terhadap Diana

“Diana kalian udah sempat dijilatin itunya?”
“Belum…, kenapa?”.
“Mau nyoba nggak?”.

Diana mengangguk perlahan.

Takut ia berubah pikiran, tanpa menantikan lebih lama lagi langsung aku buka celana dalamnya, serta mengarahkan mulutku ke kemaluan Diana yang bulunya lebat, kelentitnya yang memerah serta baunya yang khas. Aku keluarkan ujung lidahku yang lancip lalu kujilat dengan lembut klitorisnyana.

Berbagai detik kemudian kudengar desahan panjang dari Diana

“sstt… Aahh!!!”

Aku terus beroperasi di situ

“aahh…, Mas Ray…, gila nikmat bener…, Gila…, saya baru ngerasain nih nikmat yang kayak gini…, aahh…, saya nggak tahan nih…, udah deh…”

Lalu dengan tiba-tiba ia hebat kepalaku serta dengan tersenyum ia memandangku. Tanpa kuduga ia mendorongku untuk bersandar ke bangku, dengan sigapnya tangannya membuka sabuk yang kupakai, lalu membuka zipper jins hitamku. Tangannya menggapai kemaluanku yang telah menegang serta membesar dari tadi. Lalu ia memasukkan batang kemaluanku yang besar serta melengkung kedalam mulutnya.

“aahh…” Lenguhku

Kurasakan kehangatan lidah dalam mulutnya. Tetapi sebab dirinya mungkin belum biasa, giginya berbagai kali menyakiti penisku.

“Aduh Diana, jangan kena gigi dong…, Sakit. Kelak lecet…”

Kuperhatikan wajahnya, lidahnya sibuk menjilati kepala kemaluanku yang keras, ia jilati melingkar, ke kiri, ke kanan, lalu dengan perlahan ia tekan kepalanya ke arahku berusaha memasukkan kemaluanku semaksimal mungkin ke dalam mulutnya. Tetapi hanya seperempat dari panjang kemaluanku saja kulihat yang sukses terbenam dalam mulutnya.

“Ohk!.., aduh Mas Ray, cuma bisa masuk seperempat…”
“Ya udah Diana, udah deh jangan dipaksaain, kelak kalian tersedak.”

Kutarik tubuhnya, serta kurebahkan ia di seat Kijangku. Lalu ia membuka pahanya agak lebar, terkesan samar-samar olehku kemaluannya telah mulai lembab serta agak basah. Lalu kupegang batang kemaluanku, aku arahkan ke celah kemaluannya. Aku rasakan kepala kemaluanku mulai masuk perlahan, kutekan lagi agak perlahan, kurasakan susahnya kemaluanku menembus celah kemaluannya.

Kudorong lagi perlahan, kuperhatikan wajah Diana dengan matanya yang tertutup rapat, ia menggigit bibirnya sendiri, kemudian berdesah.

“sstt…, aahh…, Mas Ray, pelan-pelan ya masukkinnya, udah kerasa agak perih nih…”

Dan dengan perlahan tapi tentu kudesak terus batang kemaluanku ke dalam celah kemaluan Diana, aku berupaya untuk dengan sangat hati-hati sekali memasukkan batang kemaluanku ke celah vaginanyana. Aku telah tidak sabar, pada sebuahsaat aku kelepasan,

aku dorong batang kemaluanku agak keras. Terdengar suara aneh. Aku lihat ke arah batang kemaluanku serta kemaluan Diana, tampak olehku batang kemaluanku baru setengah terbenam kedalam kemaluannya. Diana tersentak kaget.

“Aduh Mas Ray, suara apaan tuh?”
“Nggak apa-apa, sakit nggak?”
“Sedikit…”
“Tahan ya.., sebentar lagi masuk kok…”

Dan kurasakan celah kemaluan Diana telah mulai basah serta agak hangat. Ini menandakan bahwa lendir dalam kemaluan Diana telah mulai keluar, serta siap untuk penetrasi. Akhirnya aku desakkan batang kemaluanku dengan cepat serta tiba-tiba supaya Diana tidak sempat merasakan sakit,

dan nyatanya usahaku sukses, kulihat wajah Diana semacam orang yang sedang merasakan kenikmatan yang luar biasa, matanya setengah terpejam, serta sebentar-sebentar kulihat mulutnya terbuka serta mengeluarkan suara. “sshh…, sshh…”

Lidahnya terkadang keluar sedikit membasahi bibirnya yang sensual. Aku pun merasakan nikmat yang luar biasa. Kutekan lagi batang kemaluanku, kurasakan di ujung kemaluanku ada yang mengganjal, kuperhatikan batang kemaluanku, nyatanya telah masuk tiga perempat kedalam celah kemaluan Diana.

Aku coba untuk menekan lebih jauh lagi, nyatanya telah mentok…, kesimpulannya, batang kemaluanku hanya bisa masuk tiga perempat lebih sedikit ke dalam celah kemaluan Diana. Serta Diana pun merasakannya.

“Aduh Mas Ray, udah mentok, jangan dipaksain teken lagi, perut saya udah kerasa agak negg nih, tapi nikmat…., aduh…, barangmu gede banget sih Mas Ray…”

Aku mulai memundur-majukan pantatku, sebentar kuputar goyanganku ke kiri, lalu ke kanan, memutar, lalu kembali ke depan ke belakang, ke atas lalu ke bawah. Kurasakan alangkah nikmat rasanya kemaluan Diana, nyatanya celah kemaluan Diana tetap sempit, mesikipun bukan lagi seorang perawan. Ini mungkin sebab ukuran batang kemaluanku yang menurut Diana besar, panjang serta kekar.

Lama kelamaan goyanganku telah mulai teratur, perlahan tapi pasti, serta Diana pun telah bisa mengimbangi goyanganku, kami bergoyang seirama, berlawanan arah, bila kugoyang ke kiri, Diana goyang ke kanan, bila kutekan pantatku Diana pun menekan pantatnya.

Semua aku perbuat dengan sedikit hati-hati, sebab aku sadar alangkah besar batang kemaluanku untuk Diana, aku tidak mau membikinnya menderita kesakitan. Serta usahaku ini berlangsung dengan mulus. Sesekali kurasakan jari jemari Diana merenggut rambutku, sesekali kurasakan tangannya mendekapku dengan erat.

Tubuh kami berkeringat dengan sedemikian rupa dalam ruangan mobil yang mulai panas, tetapi kami tidak peduli, kami sedang merasakan nikmat yang tiada tara pada saat itu. Aku terus menggoyang pantatku ke depan ke belakang, keatas kebawah dengan teratur hingga pada sebuahsaat.

“Aahh Mas Ray…, agak cepet lagi sedikit goyangnya…, saya kayaknya udah mau keluar nih…”

Diana membawa kakinya tinggi, melingkar di pinggangku, menekan pantatku dengan erat serta berbagai menit kemudian terus erat…, terus erat…, tangannya sebelah menjambak rambutku, sebelah lagi mencakar punggungku, mulutnya menggigit kecil telingaku sebelah kanan, lalu terdengar jeritan serta lenguhan panjang dari mulutnya terbuktigil namaku.

“Mas Ray…, aahh…, mmhhaahh…, Aahh…” Dirinya kelojotan. Kurasakan celah kemaluannya hangat, menegang serta mengejut-ngejut menjepit batang kemaluanku.
“aahh…, gila…, Ini nikmat sekali…” Teriakku.

Baru kurasakan sehari ini celah kemaluan bisa semacam ini. Tidak lama kemudian aku tidak tahan lagi, kugoyang pantatku lebih cepat lagi keatas kebawah serta, Tubuhku mengejang.

“Mas Ray…, cabut…, keluarin di luar…”

Dengan cepat kucabut batang kemaluanku lalu sedetik kemudian kurasakan kenikmatan luar biasa, aku menjerit tertahan

“aahh…, ahh…” Aku mengerang.
“Ngghh…, ngghh..”

Aku pegang batang kemaluanku sebelah tangan serta kemudian kurasakan muncratnya air maniku dengan kencang serta tidak sedikit sekali keluar dari batang kemaluanku. Chrootth…, chrootthh…, crot…, craatthh…, sebagian menyemprot wajah Diana, sebagian lagi ke payudaranya, ke dadanya, terbaru ke perut serta pusarnya.

“Mas Ray…, nikmat banget selingkuh serta main sama kamu, rasanya beda sama kalo saya gituan sama Ipet. Enakan selingkuh sama kamu. Kalau sama Ipet, saya tidak sempat orgasme, tapi baru sekali disetubuhi kamu, saya bisa hingga, barang kali sebab barang kalian yang gede banget ya?” Katanya sambil membelai batangku yang tetap tegang, tetapi tidak sekeras tadi.

“Saya nggak bakal lupa deh sama malam ini, saya bakal inget terus malem ini, jadi kenangan manis saya”

Aku hanya tersenyum dengan lelah serta mengatakan “Iya Diana, saya juga, saya nggak bakal lupa sama selingkuh ini”.

Kami pun seusai itu menuju kostku, kembali memadu cinta selingkuh ini. Seusai pagi, baru aku mengantarnya pulang. Serta berjanji untuk selingkuh lagi lain waktu.


Share it:

Cerita Sex

Slider

Post A Comment: