Dolar Bikin Garuda & Maskapai Penerbangan Lain Megap-Megap
Berita Terupdate168 - Pada 16 Maret 1998 atau setelah sepekan menjabat sebagai Menteri BUMN, Tanri Abeng langsung dibuat panas dingin oleh Presiden Soeharto. Soeharto meminta Tanri untuk segera menyelamatkan Garuda Indonesia dari kebangkrutan, jelang dua bulan sebelum dirinya lengser.
“Ini Garuda akan dibangkrutkan oleh krediturnya. Tugas Saudara menyelamatkannya agar Garuda tidak di-grounded karena Garuda membawa bendera Republik,” kata Soeharto kepada Tanri dikutip dari buku “Pak Harto: The Untold Stories” (2011:205).
Tanri langsung mempelajari berkas-berkas Garuda yang diberikan oleh Soeharto saat di dalam mobil. Ia kaget Garuda sudah tujuh tahun merugi. Parahnya, selama tujuh tahun itu kerugian yang ditanggung Garuda harus ditutupi dengan utang dolar. Utang Garuda kian membengkak kala nilai tukar dolar terhadap rupiah sudah meroket menjadi Rp15.000 per dolar AS pada 1998.
Kini, kondisi Garuda setelah 20 tahun kemudian relatif mirip. Garuda masih mencatatkan rugi, pada kuartal II-2018, maskapai pelat merah ini membukukan rugi bersih senilai US$114 juta. Angka kerugian Garuda itu masih jauh lebih baik ketimbang periode yang sama tahun lalu. Pada kuartal II-2017, nilai kerugian Garuda tercatat US$284 juta atau turun 39 persen. Namun, upaya untuk membalikkan keadaan Garuda menjadi untung agaknya cukup sulit. Ini karena kurs dolar terus merangkak naik. Kurs dolar sempat menembus Rp14.927 per, atau naik sekitar 10 persen dari awal tahun.
“Tekanan kurs dolar kepada Garuda tahun ini memang besar, meskipun kita sudah hedging. Ditambah lagi, harga fuel meningkat,” kata Ikhsan Rosan, Senior Manager Public Relations Garuda Indonesia kepada Tirto.
Nilai tukar dolar terhadap rupiah yang merangkak naik memang menjadi ancaman, tak hanya Garuda, tetapi juga maskapai penerbangan lainnya. Hal itu dikarenakan sebagian beban usaha maskapai dibiayai oleh dolar AS. Biaya-biaya yang dibiayai dengan dolar AS antara lain seperti sewa pesawat, suku cadang, asuransi, pelatihan karyawan, utang dan lain sebagainya. Dari sejumlah komponen biaya itu, kebutuhan dolar paling tinggi adalah dari sewa pesawat dan suku cadang.
Namun, ada juga komponen biaya yang juga terpengaruh oleh kenaikan kurs dolar terhadap rupiah, di antaranya adalah bahan bakar pesawat atau avtur. Di maskapai, rata-rata avtur menyumbang 30-40 persen dari total biaya operasional.
“Biaya bahan bakar juga meningkat karena kenaikan kurs dolar, meskipun bayarnya rupiah. Kalau ditotal, rata-rata 70 persen dari total biaya maskapai itu terpengaruh dolar, baik langsung maupun tidak langsung,” jelas Bayu Sutanto, Ketua Bidang Penerbangan Berjadwal INACA kepada Tirto.
Tekanan dolar terhadap komponen biaya pada masing-masing maskapai tentunya berbeda, tergantung kebutuhan dan efisiensi. Untuk Garuda misalnya, biaya operasional yang terpengaruh dolar lebih tinggi dari rata-rata perkiraan INACA, yakni 75 persen dari total biaya operasional.
“Ini Garuda akan dibangkrutkan oleh krediturnya. Tugas Saudara menyelamatkannya agar Garuda tidak di-grounded karena Garuda membawa bendera Republik,” kata Soeharto kepada Tanri dikutip dari buku “Pak Harto: The Untold Stories” (2011:205).
Tanri langsung mempelajari berkas-berkas Garuda yang diberikan oleh Soeharto saat di dalam mobil. Ia kaget Garuda sudah tujuh tahun merugi. Parahnya, selama tujuh tahun itu kerugian yang ditanggung Garuda harus ditutupi dengan utang dolar. Utang Garuda kian membengkak kala nilai tukar dolar terhadap rupiah sudah meroket menjadi Rp15.000 per dolar AS pada 1998.
Kini, kondisi Garuda setelah 20 tahun kemudian relatif mirip. Garuda masih mencatatkan rugi, pada kuartal II-2018, maskapai pelat merah ini membukukan rugi bersih senilai US$114 juta. Angka kerugian Garuda itu masih jauh lebih baik ketimbang periode yang sama tahun lalu. Pada kuartal II-2017, nilai kerugian Garuda tercatat US$284 juta atau turun 39 persen. Namun, upaya untuk membalikkan keadaan Garuda menjadi untung agaknya cukup sulit. Ini karena kurs dolar terus merangkak naik. Kurs dolar sempat menembus Rp14.927 per, atau naik sekitar 10 persen dari awal tahun.
“Tekanan kurs dolar kepada Garuda tahun ini memang besar, meskipun kita sudah hedging. Ditambah lagi, harga fuel meningkat,” kata Ikhsan Rosan, Senior Manager Public Relations Garuda Indonesia kepada Tirto.
Nilai tukar dolar terhadap rupiah yang merangkak naik memang menjadi ancaman, tak hanya Garuda, tetapi juga maskapai penerbangan lainnya. Hal itu dikarenakan sebagian beban usaha maskapai dibiayai oleh dolar AS. Biaya-biaya yang dibiayai dengan dolar AS antara lain seperti sewa pesawat, suku cadang, asuransi, pelatihan karyawan, utang dan lain sebagainya. Dari sejumlah komponen biaya itu, kebutuhan dolar paling tinggi adalah dari sewa pesawat dan suku cadang.
Namun, ada juga komponen biaya yang juga terpengaruh oleh kenaikan kurs dolar terhadap rupiah, di antaranya adalah bahan bakar pesawat atau avtur. Di maskapai, rata-rata avtur menyumbang 30-40 persen dari total biaya operasional.
“Biaya bahan bakar juga meningkat karena kenaikan kurs dolar, meskipun bayarnya rupiah. Kalau ditotal, rata-rata 70 persen dari total biaya maskapai itu terpengaruh dolar, baik langsung maupun tidak langsung,” jelas Bayu Sutanto, Ketua Bidang Penerbangan Berjadwal INACA kepada Tirto.
Tekanan dolar terhadap komponen biaya pada masing-masing maskapai tentunya berbeda, tergantung kebutuhan dan efisiensi. Untuk Garuda misalnya, biaya operasional yang terpengaruh dolar lebih tinggi dari rata-rata perkiraan INACA, yakni 75 persen dari total biaya operasional.
Post A Comment: