Agen Togel Online

agen togel online

CERITA HOT-Menembus Batas

Share it:


CERITA HOT-Sudah lama aku mengenal tamuku yg bernama sebut saja Willy, seorang chinese yg bekerja sebagai pemasaran di Maspion, dia merupakan salah satu tamu langgananku yg pada mulanya adalah teman biasa di bisnis jual beli mobil bekas, pekerjaan “sampingan” sekaligus kamuflase.
Dia mengetahui profesiku yg lain secara kebetulan tak kala diajak teman temannya untuk “hunting”, dan ternyata salah satu gadis yg dibooking adalah aku, melalui seorang GM, jadi aku tdk menygka sama sekali kalau “kepergok” seperti ini, begitu juga diapun tak menygka bertemu aku dalam posisi seperti ini. Tentu saja kami berdua terkejut tapi sama-sama tak mungkin mengelak.
Aku kenal istri dan keluarganya, termasuk adik-adiknya karena kami memang sangat dekat. Sungguh suatu keadaan yg sama sekali lain dan tdk disangka sebelumnya, aku merasa begitu rikuh dan kulihat dia juga mengalami hal yg sama. Ingin rasanya aku lari keluar kembali ke mobilku, tapi tentu saja si GM akan kecewa dan mencoretku dari daftarnya, padahal GM itu banyak memberi orderan dan aku tak ingin hal itu terjadi. Harapan satu satunya adalah aku tdk melayaninya.
Dia ditemani kedua temannya begitu juga aku dengan 2 gadis lain yg dikirim oleh GM yg sama. Saat kami dikenalkan satu persatu, tertangkap sorot mata aneh menatapku tajam, aku tak bisa menerjamahkan sorot mata itu, dengan tersipu malu dan wajah bersemu merah aku memalingkan tatapanku dari sorotnya, tak sanggup melawannya.
Tanpa memberi kesempatan teman temannya, dia langsung memilih aku, membuatku semakin bertambah rikuh, rasanya tak mungkin melakukan dengan orang yg selama ini kukenal sebagai seorang teman dalam batas pertemanan, tak tega rasanya menghianati Wenny, istrinya yg kuanggap sebagai seorang teman.
Berenam kami menuju ke Stasium di Tunjungan Plaza, sepanjang jalan aku dan Willy terdiam tanpa bicara, sejuta kecamuk dalam pikiran kami masing masing, tak tahu harus mulai dari mana. Sungguh berbeda dengan kedua temannya yg banyak canda dan tawa dengan kedua gadisnya.
Aku tahu bahwa aku harus bertindak profesional, tapi dalam bisnis ini, emosi dan perasaan tetap memegang peranan yg besar, itu manusiawi.
Keadaan sedikit tertolong karena dia harus nyetir BMW-nya sehingga kekakuan kami tdk terlalu terbaca teman temannya, mereka pasti pikir si Willy diam karena konsentrasi pada setirannya, mereka tentu tdk memperhatikan bahwa tak sejengkalpun tubuhku disentuhnya, tdk seperti mereka yg dibelakang yg tangannya sudah menggerayg ke seluruh tubuh pasangannya masing masing.
Detak pekik House musik dan geliat birahi para pengunjung di lantai dance tak mampu mencairkan kekakuan di antara kami, bahkan saat lagu “Lemon Tree” kesukaanku berkumandang nyaring, tetap tak mampu menggerakkan kakiku menuju lantai dansa, begitu kaku, begitu juga Willy yg tak berani mengambil inisiatif mengajakku turun, kalau saja dia mengajakku pasti aku tak kuasa untuk menolak tapi hal itu tak terjadi. Padahal sudah sering kali aku turun sama dia saat bersama istrinya ke diskotik.
Butir butir extasi yg mereka bagikan, hanya kugenggam di tanganku. Kami sama sama terpaku membeku dalam panasnya alunan hentakan house music.
Pukul 01.00 kami meninggalkan diskotik menuju Hotel Tunjungan yg hanya bersebelahan dengan komplek pertokoan itu. 3 jam yg panjang kualami penuh kebekuan, tak seujung rambutpun dia menyentuhku apalagi mencium atau meraba tubuhku, meskipun kesempatan itu sangat luas terbentang.
Ketika kami memasuki kamar masing masing, kekakuan diantara kami masih ada bahkan terasa semakin membeku. Aku tak tahu harus berbuat apa.
“Aku nggak nygka kalau kita bisa bertemu dalam keadaan seperti ini” katanya setelah menyalakan Marlboronya, inilah kata pertama yg ditujukan padaku sejak ketemu 4 jam yg lalu.
“Aku juga” jawabku singkat sedikit bergetar, keringat dingin mulai membasahi telapak tanganku, kebiasaan kalau aku dalam keadaan gugup.
“Selanjutnya gimana nih” tanyanya, entah pura pura atau memang karena rikuh.
“Terserah kamu saja, aku ikut” jawabku masih bergetar.
Willy beranjak dari tempat duduknya menghampiriku, dia duduk disampingku, jantungku berdetak kencang dan semakin kencang saat dia memelukku. Bukan pertama kali dia memelukku seperti ini, bahkan mencium pipiku pun sudah sering dia lakukan meskipun di depan istrinya, tapi semua itu tentu saja dalam konteks yg lain.
Aku hanya diam saja sambil meremas tanganku semakin erat ketika dia mulai mencium pipiku, sungguh terasa lain ciumannya dibandingkan sebelum sebelumnya, ada getaran aneh menyelimuti hatiku, kembali aku tak tahu harus berbuat apa.
Ciuman Willy sudah menyusur ke leharku, kurasakan tangannya gemetar saat mulai mengelus elus buah dadaku, jantungku semakin berdetak kencang saat tangan gemetar itu menyusup dibalik kaosku, terasa dingin ketika menyentuh kulit buah dadaku.
Sesaat aku hanya terdiam saat bibirnya mulai menyentuh bibirku, dilumatnya dengan lembut bibir merahku sembari menuntun tanganku ke selangkangannya, terasa menegang. Tanpa kusadari ternyata dia sudah membuka resliting celananya hingga tanganku langsung menyentuh kejantanannya yg masih terbungkus celana dalam.
Aku mulai membalas kulumannya ketika tanganku sudah menyusup dibalik celana dalamnya dan mulai meremas remas kejantanan sobatku ini.
Menit menit selanjutnya terlupakan sudah siapa Willy sebelumnya, terlupakan sudah si Wenny istrinya yg cantik, aku kembali berada dalam duniaku, seorang gadis panggilan yg sedang bekerja memuaskan tamunya, meskipun demikian aku masih tak tega memandang wajah gantengnya, setiap kali kulihat wajahnya aku selalu teringat akan istrinya, jadi aku selalu berusaha untuk memalingkan wajahku atau memejamkan mata saat wajah kami berhadapan.
Harus kuakui ternyata Willy seorang yg sabar dan romantis, kuluman pada bibir dan putingku serasa begitu nikmat dan penuh perasaan, akupun tanpa malu mulai mendesah nikmat dalam buaian sobatku.
Perlu hampir 1 jam bagi kami untuk saling menelanjangi, tubuh bugil kami sudah beralih ke atas ranjang, Willy melanjutkan ciumannya pada sekujur tubuhku tapi tampaknya masih ada keraguan untuk menjilati selangkanganku, begitu juga aku, seakan ada penghalang yg mencegahku mengulum k0ntolnya.
Ketika tubuh telanjangnya hendak menindihku, tiba tiba terdengar bunyi telepon. Dengan agak malas dia mengangkat telepon, rupanya teman temannya telah lama menyelesaikan satu babak, padahal kami baru akan mulai. Mereka menanyakan apakah akan melanjutkan hingga pagi, dia menanyaiku dan kujawab terserah. Akhirnya diputuskan untuk nginap.
Sebelum kembali ke pelukanku, Willy mengambil HP dan menghubungi istrinya untuk memberitahu kalau dia pulang pagi dengan alasan menemaniku di diskotik, entah apa dalam benak Wenny karena tdk ada iringan musik pada backgroundnya. Kami memang sering ke diskotik sama sama hingga menjelang pagi jadi bukan sekali ini Willy pulang pagi. Dia memberikan HP-nya kepadaku.
“Hai Wen, sorry malam ini aku pinjam suamimu tanpa permisi” kataku.
“Ya udah, tolong jaga dia jangan sampai lupa pulang, yg penting pulang dengan selamat biar dengan botol kosong” katanya ditutup dengan ketawa ciri khasnya, kami memang sudah biasa bergurau bebas, aku jadi semakin merasa bersalah melihat begitu percayanya dia padaku.
Tapi ini adalah bisnis bukan aku berselingkuh dengan suaminya tapi dia yg mem-bookingku, hiburku dalam hati.
Willy kembali menghampiriku yg masih telentang telanjang di atas ranjang, kami harus mulai lagi dari awal. Kali ini tiada lagi keraguan diantara kami meski aku tetap tak bisa menatap wajahnya. Dengan memejamkan mata, kusambut lumatan bibirnya sembari meremas remas kejantantannya yg sudah lemas. Dia mulai berani mendesah, akupun demikian saat bibirnya mendarat di puncak bukitku.
Kujepit pinggangnya dengan kakiku saat sedotannya semakin kuat sambil menyapukan kepala k0ntolnya ke bibir memekku, kubuka sedikit mataku menatapnya, ternyata dia menatapku dengan penuh perasaan, tak sanggup aku menatapnya lebih lama, kututup kembali mataku rapat rapat dan semakin rapat saat k0ntolnya mulai menerobos memasuki liang memekku.
Entahlah, tdk seperti pada tamuku lainnya, kali ini kurasakan getaran getaran aneh menyelimuti diriku, semakin dalam k0ntol itu melesak masuk, semakin keras getaran itu seiring kerasnya degup jantungku yg berdetak kencang. Aku telah menodai persahabatan yg selama ini kubangun, aku telah menghianati Wenny yg begitu percaya padaku. Tapi perasaan nikmat dan semakin nikmat perlahan mengusir rasa bersalah dan segala keseganan antara aku dan Willy.
Kejantanan Willy perlahan penuh perasaan mengocokku diiringi cumbuan dan lumatan pada bibirku yg kubalas dengan tak kalah gairahnya, dan akupun semakin kelojotan dalam dekapan hangat suami sahabatku ini takkala ciumannya menyusuri leherku.
Berdua kami mengayuh biduk birahi menyeberangi lautan nafsu, lenguh dan desah kenikmatan mengiringi perjalanan kami. Beberapa menit kemudian kamipun telah sampai ke seberang kenikmatan, hanya berselang beberapa detik setelah Willy menumpahkan semua cairan birahinya ke rahimku, aku menyusulnya menggapai puncak kenikmatan dari suami sobatku.
Tubuh lemasnya langsung terkulai menindihku, napas kami menyatu mengiringi denyut jantung yg berdetak kencang, hembusan napasnya menerpa telingaku, aku kembali terbuai akan kehangatannya meski perlahan gairah kami mulai menurun.
Beberapa saat suasana hening, entah apa yg berkecamuk dalam pikirannya, apakah menyesal telah meniduri temannya ataukah puas telah menikmati tubuhku, hanya dia yg tahu. Bagiku tugas melayani seorang tamu telah kulaksanakan, kebetulan dia adalah teman dan suami sobatku, itu adalah diluar kehendak kami masing masing.
Mungkin karena sama sama segan, permainan kami biasa biasa saja, bahkan relatif singkat, tak ada pergantian posisi seperti umumnya, baik dari dia maupun dari aku sendiri.
Jarum jam sudah menunjukkan pukul 3 pagi ketika telepon berbunyi, dengan segan Willy menerima, yg pasti dari temannya di kamar sebelah.
“Hei, kamu yg ke sini atau aku yg ke sana, si kampret satu itu sudah pulang soalnya” kata suara dari seberang sayup sayup kudengar, aku tak tahu maksudnya.
“Kali ini nggak bisa Jon, kita sendiri sendiri aja deh” jawabnya.
“Kok kamu gitu sih, mentang mentang dapat yg si cantik Lily terus nggak mau berbagi, kawan macam apa itu” dari seberang terdengar dengan nada tinggi, aku masih nggak tahu maksudnya.
Willy diam sejenak, menatapku dalam dalam seakan hendak mengatakan sesuatu.
“Dia mau ke sini” katanya pelan.
“Emang sudah selesai? Mau check out? Malam malam begini? Tanggung amat” tanyaku nggak ngerti.
“Enggak, mau pindah bergabung ke sini sama ceweknya”
“Pindah? Bergabung? Trus?” tanyaku semakin tak mengerti.
Dia diam sejenak.
“Trus.. Trus.. Ya disini.. Ber.. Berempat” jawabnya terpatah patah, kulihat mimik muka bersalah di wajahnya.
“Sorry ya, aku telah membawamu ke situasi seperti ini, sudah kebiasaan untuk bertukar pasangan atau bersamaan pada akhirnya” lanjutnya sambil mengepulkan asap rokok dari mulutnya, sepertinya untuk menutupi rasa bersalahnya.
Sebenarnya aku tdk keberatan melakukan hal itu, toh sudah sering kulakukan, tapi ini di depan Willy, ada keengganan tersendiri yg menjadi penghalang, entahlah perasaan jaga image masih kuat kurasakan. Disamping itu, aku agak kaget mendapati kenyataan bahwa Willy yg kukenal cukup pendiam, meski aku cukup yakin sebelumnya dia bukan tipe suami yg setia, ternyata menjalani petualangan seperti ini dengan teman temannya, sungguh jauh dari penampilan keseharian yg terkesan pendiam.
“Terserah kamu saja lah, toh kamu boss-nya” jawabku lirih berusaha memberi kesan terpaksa, takut kalau dia tahu kalau aku sudah sering melakukan permainan seperti ini.
“Ly, kamu boleh menolak, bebas kok, paling resikonya aku dijauhi teman teman dan dibilang egois”
“Janganlah kalau sampai ditinggal teman teman hanya masalah beginian, malu kan” aku menghibur.
“Sebenarnya aku nggak rela kalau kamu harus melayani orang lain, apalagi dihadapanku, tapi semua terserah kamu deh”
Aku diam sejenak memikirkan kalimat yg “innocent” untuk menjawab kata IYA, tak tega rasanya mengatakan kalau selama ini akupun selalu melayani orang lain, apa bedanya dengan sekarang.
“Okelah kalau itu maumu” jawabku sembari mengambil rokok yg ada di jarinya, kulihat sorot mata aneh dari matanya. “Jon, kamu ke sini aja deh” akhirnya dia meminta temannya untuk datang.
Sambil menunggu kedatangan si Josua, aku mandi membersihkan tubuh terutama memekku dari sisa sisa keringat maupun sperma Willy.
Tak lebih 10 menit kemudian, teman Willy sudah berada di kamar, ternyata gadis yg datang bersamanya adalah Lenny, bukan Cindy yg tadi bersamanya, rupanya dia telah melakukan pertukaran dengan sebelumnya.
“Len, bukannya dia tadi sama Cindy, kok sekarang sama kamu, sudah tukeran rupanya ya” bisikku ketika aku dan Lenny berada di kamar mandi berdua.
“Gila tuh si Josua, kuat banget, dan malam ini dia bakal dapat 3 cewek berurutan” bisiknya pelan.
Kamipun tertawa cekikan di kamar mandi.
Dengan berbalut handuk di dada, aku dan Lenny keluar kamar mandi, Willy duduk di sofa sementara Josua sudah telentang di ranjang, keduanya sudah dalam keadaan telanjang.
Lenny langsung mengambil posisi di antara kaki Willy, aku mau tak mau harus langsung menuju ranjang melayani Josua. Kejantanan Josua yg sudah tegang memang mengagumkan, meski tdk terlalu panjang tapi cukup besar diameternya dengan hiasan otot melingkar terlihat semakin kokoh.
Josua langsung menarik tubuhku dalam pelukannya, dilemparkannya handuk penutup tubuhku dan tubuh telanjang kami saling berangkulan.
Kubalas lumatan bibirnya dengan tak kalah gairah, desahankupun terlepas bebas tatkala bibir dan lidahnya mempermainkan kedua putingku bergantian. Sesaat kulirik Willy sudah merem melek menikmati sapuan bibir mungil Lenny pada k0ntolnya sambil meremas remas kedua buah dadanya yg sedikit lebih besar dari punyaku. Sudah sering kudengar kemahiran Lenny dalam ber-oral, kini kulihat sendiri bagaimana bibirnya menyusuri k0ntol Willy dengan bergairah.
Perhatianku kembali beralih ke Josua saat dia membalik tubuhku dibawahnya, lidahnya dengan lincah menari nari dikedua putingku, menyusur turun hingga selangkangan dan kembali bergerak liar saat mendapati klitorisku. Kombinasi antara jilatan dan kocokan jari jari tangannya di memek membuatku menggeliat dan mendesah dalam nikmat sambil meremas remas kepala Josua yg berada di selangkanganku.
Tiba tiba aku dikagetkan teriakan Lenny, rupanya aku terlalu asik melayg layg hingga tak memperhatikan mereka telah berganti posisi, kepala Willy sudah berada di antara paha Lenny sedang asik menjilati memeknya, ternyata itu yg membuat Lenny menjerit nikmat.
Meskipun cumbuan permainan oral Josua begitu nikmat, aku banyak membagi perhatianku pada Willy dan Lenny, sekedar ingin tahu bagaimana permainan Willy bila dengan gadis lain setelah aku mengalami dengannya biasa biasa saja. Baru sekarang aku tahu ternyata Willy juga seorang great fucker, dengan telaten dia menyusuri seluruh lekuk tubuh Lenny dengan lidahnya, bahkan hingga jari jari kaki tak luput dari sapuan lidahnya, terang saja membuat Lenny kelojotan tak karuan. Andai saja dia tadi melakukannya padaku. Beruntunglah Wenny bisa mendapatkan cumbuan seperti itu setiap saat.
Perhatianku terganggu saat tubuh Josua sudah mekangkang di atas dadaku, menyodorkan kejantanannya ke mukaku, segera kuraih, kukocok sejenak dengan tanganku lalu kujilati kepala k0ntolnya, terasa asin akan cairan yg sudah menetes keluar. Beberapa detik kemudian k0ntol Josua sudah lancar mengisi mulutku, keluar masuk mengocoknya.
Puas mengocokkan k0ntolnya ke mulutku, Josua bergeser ke bawah, mengatur posisinya diantara kakiku, aku membuka lebih lebar saat kepala k0ntolnya menyapu bibir memek dan perlahan menyeruak membelah celah celah sempit liang kenikmatanku. Perlahan tapi pasti k0ntol itu melesak semakin dalam, namun gerakan penetrasi terganggu ketika Willy dan Lenny berpindah ke ranjang di samping kami sehingga mengharuskan kami sedikit bergeser memberi tempat pada mereka. Terpaksa Josua menarik keluar k0ntolnya yg sudah setengah jalan menyusuri liang kenikmatanku.
Aku dan Lenny telentang berdampingan dengan kedua laki laki sudah siap diantara selangkangan kami masing masing. Namun sebelum Josua melesakkan kembali k0ntolnya, Willy bergeser ke kepalaku, menyodorkan k0ntolnya tepat di atas mulutku. Segera kuraih dan kumasukkan ke mulutku, hal yg tadi tdk kami lakukan, bersamaan dengan k0ntol Josua mulai meluncur masuk liang memekku. Sesaat kuhentikan kulumanku ketika Josua sudah melesakkan seluruh batang kejantanannya, terasa penuh dibandingkan dengan Willy sebelumnya. Akupun melanjutkan kulumanku pada Willy ketika Josua memulai kocokannya. Hanya beberapa menit Willy mengocok mulutku kemudian beralih ke mulut Lenny, rupanya dia hendak membandingkan antara kulumanku dengan Lenny.
Tubuh Josua sudah menindihku, sodokan k0ntolnya semakin cepat dan keras penuh nafsu gairah, akupun mengimbangi dengan jeritan dan desahan nikmat sembari menjepitkan kakiku di pinggangnya. Bibir Josua tak pernah lepas dari tubuhku, menyusur leher, pipi, bibir lalu kembali ke leher.
Kulihat Willy masih mengocok bibir Lenny sambil memperhatikan expresi kenikmatan yg terpancar di wajahku, expresi yg tdk aku tunjukkan saat bersamanya dan aku yakin dia mengetahui itu, sesekali jari tangannya dimasukkan ke mulutku yg tengah menengadah mendesah, akupun membalas dengan kuluman dan mempermainkan lidahku pada jari jarinya.
Berulangkali tubuhku terhentak terkaget tapi nikmat merasakan hentakan keras dari Josua, kudekap tubuhnya semakin rapat seakan tubuh telanjang kami menyatu dalam nikmatnya birahi.
Josua mengangkat tubuhnya, masih tetap mengocokku dengan tubuh setengah jongkok, justru kurasakan k0ntolnya semakin dalam tertanam. Bersamaan dengan itu, Willy sudah berada di antara kaki Lenny bersiap melesakkan k0ntolnya tapi dia tdk langsung memasukkannya, justru lebih suka melihat wajahku yg tengah mendesah sambil mengamati bagaimana k0ntol temannya keluar masuk menyodok memek sobat istrinya ini.
Aku sudah tak memperhatikan lebih jauh lagi karena sodokan Josua semakin liar dan nikmat, namun kemudian kudengar desah dan jerit kenikmatan dari Lenny mengiringi desahanku. Dengan irama goyangan yg berbeda, kedua laki laki itu mengocok kami berdua, simfony desah kenikmatan memenuhi kamar yg penuh aroma birahi. Kutatap wajah ganteng Josua yg penuh expresi nikmat birahi.
Berulang kali tatapan mataku beradu pandang dengan Willy, rupanya meskipun sedang mengocok Lenny yg cantik, tapi tatapan matanya lebih sering tertuju pada wajahku yg tengah mendesah nikmat merasakan kocokan temannya, apalagi Josua mengocokku dengan gerakan yg liar dan tak beraturan diselingi dengan hentakan keras yg membuatku menjerit jerit nikmat.
Josua membalik tubuhku disusul kocokan dari belakang, posisi dogie, Willy mengikutinya. Begitu juga ketika kami berganti lagi posisi, aku di atas, diapun meminta Lenny untuk di atas.
Kami bercinta seolah berlomba ketahanan, entah sudah berapa lama dan berapa kali ganti posisi telah kami lakukan. Diluar dugaanku, ternyata Willy bisa bertahan lebih lama, ketika kami di posisi dogie, Josua tak bisa bertahan lebih lama lagi, tanpa bisa dicegah lagi, diapun memuntahkan spermanya di memekku diiringi teriakan kenikmatan, kurasakan denyutan denyutan nikmat menerpa dinding dinding memekku meski tdk terlalu kuat.
Beberapa saat kemudian Josua menarik keluar k0ntolnya, akupun menggelosor tengkurap dengan napas yg menderu setelah permainan panjang. Belum sempat aku mengatur napasku, Willy menarik pantatku, memintaku kembali nungging, meskipun capek tapi aku tak tega menolaknya, sepertinya sedari tadi dia sudah memendam keinginan untuk kembali menikmati tubuhku.
Aku hendak mencegahnya saat k0ntolnya sudah di ambang pintu memekku, nggak enak rasanya kalau dia harus menyetubuhiku sementara sperma Josua masin di dalam, aku ingin membersihkan dulu, tapi terlambat, sepertinya dia tak peduli, dengan sekali dorongan keras, k0ntol Willy kembali memasuki liang memekku, terasa masih ada celah kosong saat k0ntolnya melesak semuanya.
Berbeda dengan sebelumnya, tanpa membuang waktu lagi, kali ini Willy mengocokku dengan penuh nafsu, begitu keras dan cepat sambil menghentakkan tubuhnya pada pantatku, diiringi tarikan pada rambutku, sungguh liar permainannya kali ini, sangat berlawanan dengan yg tadi. Akupun tak mau kalah, kuimbangi dengan menggoyangkan pantatnya melawan gerakannya, desahan kami berdua saling bersahutan, kecipuk suara cairan memek bercampur sperma tak kami hiraukan, terlupakan sudah bahwa Willy adalah suami dari sobat karibku, yg ada hanyalah nafsu dan birahi diantara kami.
Aku minta mengubah posisi, kali ini aku di atas, ingin kutunjukkan bagaimana goyangan pinggulku membobol pertahanan terakhirnya. Dengan sisa sisa tenaga karena aku sudah beberapa kali orgasme saat dengan Josua tadi, akupun bergoyang liar di atasnya, ingin kuberikan apa yg kuyakin belum pernah dia alami bersama Wenny, istrinya, entah kenapa aku jadi ingin membuktikan bahwa aku tak kalah dengan si istri yg sobatku itu.
Kami bercinta dengan penuh gairah, jauh melebihi apa yg telah kami lakukan tadi, sepertinya kami sudah mengeluarkan watak asli permainan kami yg cenderung liar.
Keringat sudah membasahi tubuh kami berdua, aku begitu bersemangat, begitu juga dia, tak kuhiraukan ternyata justru aku yg mencapai orgasme lebih dulu, sungguh luar biasa stamina Willy, jauh dari perkiraanku, kalau aku tak mengalami sendiri tentu sulit untuk percaya bahwa dia begitu perkasa di ranjang.
Menit demi menit berlalu hingga aku tak kuasa lagi menahan orgasme yg kesekian kali, sementara dia masih belum terlihat tanda tanda ke arah sana, dan akhirnya akupun menyerah dalam dekapannya.
“Sudah.. sudah.. Ah.. Ampun, aku menyerah”, dan akupun terkulai lemas di atasnya, tak mampu lagi menggoyangkan pinggulku.
“Ya sudah, istirahat sana” katanya seraya mendorong tubuhku turun dari atasnya, dan akupun menggelepar di sampingnya.
Permainan Willy tdk berhenti sampai disitu, dia menghampiri Lenny yg dari tadi mengamati kami bercinta sambil berbaring di atas ranjang sembari mempermainkan klitorisnya. Begitu Willy menghampirinya, Lenny langsung mengambil posisi telentang dengan kaki terbuka lebar, tapi Willy justru memintanya nungging. Dengan irama kocokan yg liar dia mengocok Lenny dengan posisi dogie.
Aku meninggalkan mereka, membersihkan sperma lalu menyusul Josua duduk di sofa mengamati permainan Willy dan Lenny, terus terang aku terkagum dengan keperkasaan sobatku ini, entah bagaimana Wenny bisa melayani suaminya itu sendirian kalau di rumah.
“Gila itu orang, kuat banget mainnya” komentarku sembari berbagi Marlboro dengan Josua.
“Dia sih paling kuat diantara kelompok kami berlima, hampir tak pernah dia booking cewek sendirian, biasanya langsung 2 orang, kalau nggak gitu kasihan ceweknya” jawab Josua mengagetkanku, sungguh jauh dari penampilan biasanya yg terlihat pendiam.
Cukup lama mereka bercinta di atas ranjang, sudah beberapa kali berganti posisi sebelum akhirnya mereka menggapai orgasme hampir bersamaan ketika posisi Willy sedang di atas.
Mereka berpelukan beberapa saat sebelum Willy turun dari tubuh Lenny, tampak wajah kepuasan bercampur kelelahan dari mereka.
Beberapa menit mereka sama sama menggelepar di atas ranjang sambil mengatur napas yg menderu. Willy berdiri menghampiriku, duduk menjepit aku dan Josua, diambilnya Marlboro yg ada di tanganku dan menghisapnya kuat kuat.
“Sorry Ly, aku harus segera pulang, ntar istriku curiga dan aku nggak boleh ke diskotik lagi” katanya sambil mengepulkan asap rokoknya.
“Kamu tinggal aja disini nemenin Josua dan Lenny besok siang aku telepon lagi, oke?” lanjutnya.
Aku hanya diam saja tak tahu harus ngomong apa, tanpa menunggu jawaban dariku, dia beranjak mengenakan pakaiannya tanpa membersihkan tubuh terlebih dahulu.
Willy memanggilku ke kamar mandi.
“Sebenarnya aku tak tega melakukan ini, tapi harus kulakukan, apa yg kita lakukan barusan hanyalah sekedar bisnis, nothing personal, dan tdk ada yg berubah di antara kita termasuk dengan Wenny maupun Iwan adikku, kamu ngerti kan” katanya sembari memberikan segebok uang 50 ribuan.
Aku hanya mengangguk tanpa kata, 100 persen setuju apa yg dia katakan.
“Boleh aku minta satu hal?” tanyaku.
“Apa itu?” jawabnya, tanpa menunggu lagi reaksinya aku jongkok di depannya, kubuka resliting celananya dan kukeluarkan k0ntolnya yg lemas.
“Sekedar tip, memberi apa yg belum aku berikan” jawabku sambil memasukkan k0ntol itu ke mulutku.
Willy diam saja, k0ntolnya kupermainkan dengan lidahku, kususuri sekujur batang hingga pangkalnya, perlahan mulai menegang dalam genggaman dan mulutku, selanjutnya k0ntol tegangnya sudah meluncur cepat keluar masuk mengisi rongga mulut diiringi desah kenikmatan.
Lima menit sudah aku melakukan oral, tanpa kusadari tanganku ikutan mempermainkan klitorisku sendiri seiring dengan kocokan pada mulutku. Aku tak kuasa menolaknya ketika dia menarik tubuhku berdiri dan memutar menghadap cermin di kamar mandi, dengan sedikit membungkuk, dari belakang Willy melesakkan k0ntolnya ke memekku.
“Kita quickie saja yaa” bisiknya seraya mendorong masuk k0ntolnya, segera kurasakan sodokan demi sodokan yg semakin keras dari belakang menghantamku diiringi dekapan dan remasan dikedua buah dadaku, sesekali ciuman pada tengkukku yg membuatku semakin menggeliat dalam dekapannya.
Pantulan bayangan kami di cermin membuat suasana semakin bergairah, apalagi belaian lembut pada rambutku yg kurasakan begitu penuh perasaan meski kocokannya makin menjadi jadi.
“Aku mau keluar” bisiknya beberapa menit kemudian, segera kudorong tubuhnya mundur hingga k0ntolnya terlepas dan akupun langsung jongkok di depannya.
“Keluarin di mulut” kataku, tanpa menunggu reaksinya, kumasukkan kejantanannya kembali ke mulutku, entah kenapa rasanya aku ingin memberikan apa yg kuyakin belum pernah dia dapatkan dari istrinya.
Dan tak lama kemudian diapun menyemprotkan sisa sisa spermanya di mulutku, kujilati batang kejantanannya hingga bersih lalu kumasukkan ke celananya.
“Salam untuk Wenny” kataku saat menutup reslitingnya, dia hanya tersenyum mencubit pipiku.
Aku membersihkan tubuhku dengan air hangat ketika Willy pamit pulang, ketika aku kembali ke kamar, ternyata Lenny sedang bergoyang pinggul di pangkuan Josua, mereka melakukannya di sofa. Kuhampiri mereka dan duduk di samping Josua, dia meraih tubuhku dan mencium bibirku, sembari tangannya meremas remas buah dadaku bergantian.
Sisa malam kami habiskan dengan penuh birahi, bergantian Josua menyetubuhi aku dan Lenny, dilayani 2 gadis cantik dan sexy seperti aku dan Lenny, tentu membuat laki laki bertambah gairah dan ada tambahan energi tersendiri untuk menunjukkan ego keperkasaannya. Akhirnya kondisi fisik jualah yg menjadi pembatas antara keinginan dan kenyataan, kamipun istirahat dan terlelap dalam kelelahan tak kala sang mentari sudah menampakkan sedikit berkas sinarnya di ufuk timur, entah jam berapa itu.
Aku terbangun saat kudengar HP-ku berbunyi, Lenny dan Josua masih terlelap disampingku, matahari sudah tinggi, terang menampakkan sinarnya. Ternyata salah seorang tamu langganan lain yg ingin kutemani makan siang nanti, orderan baru.
Jarum jam menunjukkan hampir ke angka 11, cukup lama kami tertidur tadi.
Perlahan kutinggalkan Josua dan Lenny, aku mandi untuk bersiap menemui tamuku berikutnya di Hotel Westin (sekarang JW Marriot) di Embong Malang. Josua dan Lenny baru bangun ketika aku sudah rapi berpakaian dan ber-make up.
“Sorry, aku ada janji siang ini, aku tinggal dulu ya” sapaku.
“Kamu tetap sexy meski sudah berpakaian, bahkan semakin membuat penasaran yg melihatnya” jawab Josua sambil menghampiriku, dipeluknya tubuhku dari belakang dan diremasnya buah dadaku.
“Wah banyak orderan nih” celetuk Lenny.
“Selamat bekerja sayang” bisik Josua tanpa melepaskan tangannya dari dadaku.
“sudah ah, ntar kusut pakaianku ini, aku nggak bawa ganti nih” jawabku sambil menggelinjang karena bibirnya sudah menempel di telingaku, akupun menghindar menjauh.
Setelah menerima pembayaan dari Josua, akupun meninggalkan mereka yg masih telanjang menuju ranjang lain dengan permainan yg lain pula.
Sejak kejadian itu, sengaja atau tdk, aku jarang bertemu berdua dengan Willy seperti sebelumnya, begitupun dengan istrinya, rasanya nggak ada muka untuk ketemu Wendy, kalaupun mereka ngajak jalan bareng, aku pastikan harus ada istrinya, selebihnya semua berjalan seperti biasa.
Akibatnya, aku justru lebih dekat dengan si Iwan, adiknya yg terkenal Playboy itu, dengan wajah yg imut tak susah baginya untuk mendapatkan cewek dan aku yakin sudah tak terhitung cewek yg jatuh ke pelukannya dan berhasil dia bawa ke ranjang.
Lebih 2 bulan setelah kejadian itu, aku makan siang berdua dengan Iwan di Bon Cafe, sungguh sial ternyata ketemu sama Josua yg menggandeng seorang gadis, atas ajakan Iwan mereka akhirnya bergabung dengan table kami.
Kamipun makan sambil ngobrol berempat, entah keceplosan atau disengaja, Josua bercerita betapa hebat permainanku di ranjang, terutama permainan oral, dia kira aku sudah pernah melakukan dengan Iwan. Iwan yg selama ini mengenalku sebagai teman menatapku seakan tak percaya, aku menghindari tatapannya sambil mengumpat kelancangan Josua, tentu saja dalam hati.
“Selamat bersenang senang, sorry aku nggak bisa gabung dengan kalian, ada acara sama dia” kata Josua sambil menunjuk gadis disebelahnya.
“Dia senang rame rame lho, tanya Willy kalo kamu nggak percaya” bisiknya lagi sebelum meninggalkan kami.
Aku terdiam dengan muka memerah, malu karena kedokku dibongkar dihadapan temanku sendiri.
Sepeninggal Josua kami terdiam, entah apa yg terlintas dalam benaknya, kulirik sesaat, ternyata Iwan melototi tubuhku, seakan berusaha menembus dibalik pakaianku.
“Kita pulang yuk” ajakku melihat suasana sudah nggak enak lagi.
“Lho, katanya mau shopping di Galaxy”
“Nggak jadi ah, lain kali aja” tolakku, dan kamipun beranjak pergi.
Sepanjang jalan kami sama sama terdiam hingga tiba didepan tempat kos, aku langsung turun tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Beberapa hari kemudian setelah aku selesai melayani tamu di Hotel Sheraton, kulihat missed call di HP-ku, dari Willy, entah kenapa aku kok ingin meneleponnya, padahal biasanya aku cuekin saja missed call dari dia.
“Ly, ketemu yuk, kangen nih” katanya dengan suara memelas tak seperti biasanya, pasti dia lagi ada maunya, dan aku yakin maunya tak jauh dari urusan ranjang.
Meski aku berusaha menghindari hal seperti ini, tapi tak dapat dipungkiri akupun merindukan keperkasaannya di atas ranjang, apalagi tamuku barusan tdk bisa memuaskanku, jadi sebenarnya ini hanyalah masalah timing yg tepat. Setelah berpura pura menolak dan dia terus merajuk, akhirnya aku sanggupi permintaannya.
“Oke Hotel Sheraton kamar 816″ kataku karena tamuku tadi sudah pulang dan aku belum check out, sekalian saja kumanfaatkan sisa waktu yg ada, daripada terbuang sia sia, check in mahal mahal cuma dipakai 2 jam.
Baru saja HP kututup, dia telepon lagi.
“Ly, boleh nggak bawa teman”
Aku yg sudah tergadai nafsu karena birahi yg tak tertuntaskan barusan hanya mengiyakan tanpa tanya lebih lanjut siapa temannya.
Sambil menunggu kedatangannya, aku segarkan tubuhku dengan air hangat, berendam sejenak untuk menghilangkan rasa capek setelah hari ini melayani 3 tamu sejak pagi tadi. Belum setengah jam aku berendam, bel pintu berbunyi, pasti Willy sudah datang, pikirku.
Masih dengan telanjang, kubuka pintu dan aku langsung kembali masuk bathtub.
“Tunggu ya, aku mandi dulu biar segar dan wangi, santai saja anggap rumah sendiri” jawabku meneruskan acara berendam tanpa buru buru menyelesaikan, kalau dia nggak sabar pasti menyusulku ke kamar mandi.
Ternyata dia tdk menyusulku hingga kuselesaikan mandiku. Tanpa mengenakan penutup, dengan telanjang aku ke kamar, bersiap untuk menumpahkan segala birahi dengan keperkasaan Willy.
“Aku sudah siaap” teriakku sambil melompat ke ranjang, dan baru kusadari ternyata yg duduk di sofa bukanlah Willy melainkan si Iwan, adiknya.
Begitu tersadar, aku berusaha menutupi tubuhku dengan apa yg ada disekitarku, tapi terlambat, Iwan sudah menubruk tubuh telanjangku dan menindihnya.
“Ly, nggak usah sok alim, aku selalu membayangkan sejak diceritakan Josua tempo hari, kebetulan saat kutanya Willy dia malah ngajak membuktikan” bisiknya sambil menindih tubuhku, akupun tak bisa berontak.
Didekap tubuh Iwan yg atletis ditambah wajah imut yg menempel dekat wajahku, akupun takluk akan kekuatannya, disamping itu akupun tak sunggu sungguh untuk berontak, hanya reaksi spontan melihat laki laki yg tdk diharapkan melihat tubuh telanjangku.
“Oke.. Oke, mana Willy” tanyaku.
“Sebentar lagi dia datang, aku disuruh tunggu di lobby tapi kupikir lebih baik langsung aja aku bisa ngobrol sambil nunggu kedatangannya, ternyata aku mendapatkan lebih dari yg kuharapkan” jawabnya sambil mengendorkan dekapannya.
Begitu dekapannya longgar, kudorong tubuhnya hingga terjengkang telentang, ganti aku menindihnya.
“Kalian bersaudara memang nakal, ini namanya jebakan pada teman sendiri” kataku setelah menguasai emosiku.
“Tapi nggak marah kan?” jawab Iwan, aku hanya menjawab dengan ciuman pada bibir Iwan dan dia membalas dengan bergairah, sedetik kemudian tangannya sudah berada di dadaku, menjelajah dan meremas remas.
“Ih nakal ya” bisikku disela lumatan bibirnya.
“Tapi suka kan” balasnya, kulumat bibirnya sambil mempermainkan lidahku hingga bertaut lidah dengan lidah.
Iwan kembali membalik dan menindih tubuhku, bibirnya beranjak menyusuri pipi dan leherku, berhenti pada kedua puncak bukitku.
“Bagus.. Kencang dan padat.. Indah” pujinya sambil mengulum dan menyedot putingku.
Aku mendesah geli meskipun cumbuannya tak sepintar kakaknya tapi cukup membuatku mendesah melayg. Bibir dan lidahnya sudah sampai ke perut dan terus turun hingga ke selangkangan, aku menjerit ketika lidahnya menyentuh klitorisku, tapi dia justru semakin memperlincah gerakan lidahnya, dan akupun semakin menggeliat dalam kenikmatan.
Aku tak tahu mana yg lebih lihai bermain oral apakah dia atau kakaknya karena Willy belum pernah melakukannya padaku, siapapun yg lebih pintar yg jelas Iwan telah membuatku melayg karena jilatannya pada memekku.
“Eh, kamu kok masih pake pakaian gitu, curang deh, sini aku lepasin” kataku ketika sadar bahwa dia belum melepas pakaiannya.
Kudorong tubuh Iwan hingga telentang lalu aku melucuti pakaiannya satu persatu hingga menyisakan celana dalamnya yg tampak menonjol pada bagian selangkangan, ketika kuraba dan kuremas tonjolan itu, begitu keras menegang. Segera kulorot celana dalamnya dan aku terkaget melihat ukuran kejantanannya, tdk terlalu panjang bahkan relativ lebih pendek dari umumnya tapi diameternya begitu besar, tak cukup tanganku melingkarinya.
Membayangkan k0ntol besar itu akan memasuki memekku, tiba tiba otot memekku terasa berdenyut denyut dengan sendirinya. Ini bukanlah k0ntol terbesar yg pernah kupegang, tapi dengan panjang yg tdk terlalu maka k0ntol itu kelihatan begitu gede di genggamanku, dan otot memekku semakin berdenyut keras melihat postur tubuhnya yg berotot, ramping dan sexy, jauh lebih menggairahkan tubuhnya dibandingkan kakaknya, apalagi rambut kemaluannya dicukur habis, pentesan banyak gadis yg tergila gila padanya.
Kukocok dan kuremas remas sebentar k0ntol tegang di genggamanku, lalu kususuri lidahku pada seluruh batang dari ujung hingga pangkal, dia mulai mendesis kenikmatan.
Agak susah aku memasukkan k0ntol itu ke mulutku tapi dengan segala usaha akhirnya k0ntol itupun bisa meluncur keluar masuk membelah bibir mungilku. Sembari mendesah, tangannya tak henti menekankan kepalaku pada selangkangannya, seakan memaksaku untuk memasukkan k0ntolnya lebih dalam ke mulutku.
Kami berganti posisi 69, aku di atas, tdk seperti saat pertama kali bercinta dengan Willy yg penuh kecanggungan dan kekakuan, kali ini aku bebas lepas mencurahkan segala expresiku untuk menikmati bercinta dengan Iwan.
Gerakan lidah Iwan yg liar kubalas dengan sapuan liar pula pada k0ntolnya, aku lebih sering menjilati dari pada mengulum batang gede itu.
Puas saling bermain oral, Iwan kembali menelentangkan tubuhku, posisi tubuhnya sudah siap untuk segera melesakkan k0ntolnya. Jantungku tiba tiba berdetak kencang seiring otot memekku berdenyut ketika kepala k0ntol yg besar itu mulai menyapu bibir memek.
Aku memejamkan mata sambil membuka kakiku lebar lebar menunggu apa yg akan terjadi, entah sakit entah nikmat. Rasa pedih mulai terasa ketika k0ntol itu perlahan mulai melesak masuk padahal memekku sudah basah, dan semakin nyeri tak kala tertanam semua. Aku tak berani menggerakkan kakiku, k0ntol itu terasa begitu mengganjal gerakanku di selangkangan. Perlahan Iwan memulai gerakan memompa namun kuberi isyarat untuk menghentikan dulu.
“Sebentar, penuh nih” bisikku bercampur desah.
Namun dia hanya menurut beberapa detik, selanjutnya dia mulai gerakannya tanpa memperhatikan isyaratku. Gerakan memompa yg perlahan semakin lama semakin terasa nikmat, rasa nyeri berangsur menjadi nikmat dan semakin nikmat ketika dia mulai mempercepat gerakannya, aku sangat berharap dia bisa seperkasa kakaknya.
Begitu rasa nyeri hilang, jeritan kesakitankupun berubah menjadi jeritan kenikmatan, tubuh atletis Iwan menempel erat di dadaku, ada rasa geli saat dada yg berbulu itu menyentuh putingku, tapi justru semakin menambah rangsangan, apalagi perutnya yg rata tak terasa mengganjal di perut. Kamipun semakin erat berpelukan saling mentransfer kenikmatan.
Sebenarnya aku agak keberatan ketika dia minta posisi dogie, aku masih ingin merasakan lebih lama dekapan tubuh atletisnya, jarang sekali mendapatkan cumbuan dan belaian laki laki seperti dia, apalagi dengan k0ntol yg gede meskipun relatif pendek.
Begitu tubuhku nungging, segera Iwan melesakkan kembali k0ntolnya, kali ini tanpa rasa nyeri saat mulai menerobos menguak liang sempit memek. Gerakan memompa Iwan terasa begitu penuh perasaan meskipun terkadang diiringi sodokan sodokan keras, aku merasa dia begitu romantis saat menyetubuhiku. Rabaan dan ciuman di tengkuk mengiringi gerakan kami, akupun semakin menggeliat tak karuan.
“Sshh.. Aduuh.. Ennaak.. Truss.. Truss.. Yg keraass” tanpa malu aku mendesah memintanya lebih keras menyodokku, rasanya k0ntol besar itu masih kurang masuk ke memekku, ada bagian lain di dalam yg belum tersentuh.
“Enak mana sama Willy” katanya tanpa memperlambat kocokannya. “Enak.. Inii, lebih keraass” jawabku sejujurnya dan mulai meracu.
Tak lama kemudian aku sudah berada di atasnya, kutekankan pinggulku lebih dalam sekan hendak melesakkan k0ntol yg tdk panjang itu lebih dalam lagi, alangkah enaknya kalau k0ntol yg gede itu lebih panjang lagi, paling tdk sama dengan punya kakaknya, tapi itulah kenyataannya, gede tapi pendek tapi tetap saja enaak.
Kugerakkan tubuhku di atasnya dengan liar, antara turun naik dan berputar seperti hula hop, Iwan merem melek sambil meremas remas buah dadaku. Kutatap wajahnya yg sedang mengerang kenikmatan, rasanya tak bosan menatap wajah imut dan dadanya yg bidang. Dan ternyata itu membawaku lebih cepat menuju puncak kenikmatan, tanpa bisa menahan lebih lama lagi, akupun menjerit dalam nikmatnya orgasme.
Sebenarnya aku nggak mau orgasme duluan, perjalanan masih panjang, masih ada Willy yg sebentar lagi datang, kalau sampai orgasme tentu energiku akan banyak terkuras dan akan kelelahan sebelum perjalanan berakhir. Tapi itu hanyalah keinginan, kenikmatan yg kudapat dari Iwan terlalu sayang untuk ditahan tahan, dan terpaksa aku menyerah dalam pelukan dan kegagahan Iwan.
Aku terkulai lemas dalam pelukan Iwan, terbalaskan sudah kekecewaan pada tamuku sebelumnya, bahkan melebihi apa yg aku harapkan, begitu puas rasanya. Tapi ternyata Iwan tak berhenti sampai disini, tanpa mempedulikan aku yg sedang lemas dalam dekapannya, dia membalik tubuhku dan langsung menindihnya.
Kembali tubuh kekar itu menghimpit nikmat tubuhku, kocokan Iwan mulai cepat dan liar namun masih saja kurasakan penuh perasaan. Hanya beberapa kocokan kemudian, gairahku kembali naik dengan cepatnya, apalagi bibir Iwan tak pernah lepas dari leher, dada dan bibirku.
Kedua kakiku naik di pundaknya, terasa kejantanannya semakin dalam melesak di memek, lebih nikmat rasanya. Kuimbangi gerakannya dengan sebisa mungkin menggoyang pinggulku, tentu lebih susah dengan kaki di atas pundaknya. Kami berdua benar benar terhanyut dalam buaian birahi, terlupakan sudah Willy yg belum juga datang.
Akhirnya akupun untuk kedua kalinya tak bisa bertahan, kuraih orgasme kedua darinya, namun kali ini diapun menyusulku ke puncak birahi, hampir bersamaan kami saling memberikan denyutan. Sperma Iwan terasa begitu banyak membanjiri liang memekku, kudekap erat tubuh Iwan hingga kurasakan hembusan napasnya menerpa telingaku.
Ketika Iwan turun dari tubuhku, k0ntolnya tercabut keluar, memekku serasa kosong dan tetesan sperma sepertinya meleleh keluar membasahi sprei. Kamipun telentang berdampingan dengan napas yg masih senin kamis.
“Kamu hebat, 2 kali aku dibikin orgasme” kataku setelah beberapa saat terdiam sambil menumpangkan kepalaku di dadanya yg bidang.
“Kamu juga hebat, kalau cewek lain sudah terkapar minta berhenti” jawabnya ringan sambil membelai rambutku.
“Andai saja aku tahu kamu seperti ini, sudah sejak dulu aku melakukannya” lanjutnya.
“Tapi belum terlambat kan”
“Iya sih, tapi terlalu lama penantiannya”
“Penantian?”
“Iya, laki laki normal mana sih bisa tahan melihat penampilanmu yg selalu sexy dan ceria, pasti mereka punya fantasi terhadapmu kalau di ranjang, bahkan aku pernah berfantasi bercinta denganmu sambil main sama cewek lain”
“Ah yg benar!!” tanyaku terkejut.
“Sungguh dan aku yakin Willy juga sudah lama memendam keinginan mengajakmu ke ranjang tapi nggak ada keberanian saja”
“Dan sekarang?” tanyaku penasaran.
“Ternyata apa yg menjadi fantasiku, tdk ada apa apanya dibandingkan kenyataan barusan, jauh melebihi angan dan harapanku”
Sambil berbincang, kurasakan sperma Iwan deras mengalir keluar tapi aku biarkan saja.
“Sekarang aku tak perlu lagi memimpikan kehangatan kamu, kalau aku pingin bisa booking kapan saja, dan kita masih tetap berteman, itulah enaknya setelah ini” lanjutnya. 
Willy datang tak lama kemudian, setelah aku membersihkan tubuhku, Iwan membuka pintu menyambut kakaknya, aku cuek saja telanjang di atas ranjang.
“Sorry aku telat” sapanya sambil mencium pipiku.
“Ah nggak apa kok” jawabku, malah kebetulan aku ada kesempatan bersama Iwan lebih lama, lanjutku dalam hati.
Tanpa diminta lagi, Willy segera melepas pakaiannya hingga telanjang, terlihat kejantanannya yg setengah menegang, tampak kecil dan memanjang sungguh berbeda dengan adiknya.
“Belum terlalu terlambat kan” tanyanya sembari menghampiri dan mencium bibirku dan kubalas dengan lumatan pula, kali ini aku biasa saja melayani ciuman Willy, tak ada kecanggungan seperti saat pertama kali dulu.
Tubuhnya langsung menindihku, kamipun berpelukan sambil berciuman bertautan lidah, seolah saling menumpahkan rasa rindu yg hebat. Bibir Willy dengan cepatnya menyusuri tubuhku, turun terus, tak dihiraukan puting buah dadaku, hanya sedikit jilatan lalu terus turun ke perut namun kembali lagi ke atas.
Ketika bibirnya mencapai kedua putingku, kudorong kepalanya ke bawah, ke arah selangkangan. Aku mau merasakan jilatan Willy di memek, dia belum melakukannya, ingin kubandingkan kemahirannya dengan si adik.
Ternyata permainan lidahnya tdk kalah hebat, bahkan lebih mahir dibandingkan adiknya, aku menggeliat kelojotan merasakan lidahnya menari nari dengan lincahnya diantara klitoris dan bibir memekku. Cukup lama kepalanya terjepit di antara kakiku, dan kalau tak segera kuhentikan bisa bisa aku mengalami orgasme hanya dengan permainan lidahnya, ini sungguh memalukan.
Willy tersenyum penuh kemanangan ketika aku minta dia segera memasukkan k0ntolnya, namun bukannya segera memenuhi kemauanku, tapi malah telentang disampingku dan memintaku gantian mengulum kejantanannya.
Aku yg sudah terbakar birahi terpaksa memenuhi keinginannya, ketika aku tengah jongkok diantar kakinya, Iwan yg sedari tadi duduk di sofa mengamati kami, sudah berada di sampingku, dia ikutan telentang di samping kakaknya dengan kejantanan yg sudah tegak menantang.
Sembari mengulum k0ntol Willy, kuremas dan kukocok kejantanan adiknya, dua k0ntol yg berbeda bentuk dan ukuran berada dalam genggaman kekuasaanku. Meskipun menyolok perbedaannya, tapi keduanya seakan saling melengkapi, yg satu besar dan pendek sedangkan lainnya kecil tapi panjang, kalau digabungkan tentu akan menimbulkan kenikmatan tersendiri.
Bergantian k0ntol kakak beradik itu mengisi dan mengocok mulutku, mereka mendesis nikmat bergairah, akupun melayani dengan tak kalah gairahnya, perbedaan yg menyolok itu semakin menambah sensasi dan erotika pada diriku, bisa dibayangkan betapa nikmatnya kalau k0ntol itu bergantian mengocok memekku, membayangkan saja aku sudah semakin terbakar nafsu.
“Siapa duluan” tantangku setelah aku telentang diantara kedua bersaudara itu, sengaja kubuat suasana lebih liar meskipun aku tahu pasti bahwa sekarang giliran Willy.
Kalau disuruh pilih, aku lebih suka Willy duluan supaya masih bisa merasakan “kebesaran” kejantanan adiknya setelahnya. Harapanku terkabul ketika Willy sudah berada di antara kakiku.
“Jangan posisi gini dong, aku susah nih” kata Iwan lalu dia minta kami untuk ber-dogie.
Iwan duduk di atasku saat kakaknya berada di belakang, k0ntolnya tepat berada di wajahku. Ketika kakaknya mulai mendorong masuk kejantanannya, masuk pula k0ntol adiknya di mulutku, dua k0ntol bersaudara yg berbeda itu mengisi kedua lubang kenikmatan tubuhku bersamaan dari arah yg berbeda. Dengan posisi seperti ini, aku lebih suka k0ntol Willy yg dimulut dan adiknya di memek, tapi itu tinggal tunggu waktu saja.
Sodokan Willy dari belakang semakin lama semakin cepat dan keras, berkali kali k0ntol Iwan terpental dari mulutku saat kakaknya menghentak tubuhku. Cukup kewalahan aku menghadapi sodokan liar dari belakang sambil mengulum k0ntol gede yg ada digenggamanku, justru aku lebih banyak memainkan lidahku menyusuri sekujur daerah kejantanannya.
“Bang gantian dong” pinta adiknya, meskipun mereka chinese, tapi Iwan lebih sering memanggil kakaknya hanya nama atau Abang, mungkin karena mereka Chinese Medan.
“Sebentar lagi” balas kakaknya.
Beberapa saat berlalu, Willy masih belum ada tanda memberi giliran pada adiknya, tak mau menunggu lebih lama lagi, Iwan bergeser ke bawah dan berlutut disamping kakaknya, menunggu giliran dan ternyata si kakak mengalah, dicabutnya k0ntolnya dan dia bergeser sedikit memberi ruang adiknya untuk menyetubuhiku dari belakang. Willy tetap berada disamping adiknya yg tengah mengocokku sambil mengelu elus punggungku.
Beberapa menit berlalu, apa yg tdk kubayangkan sebelumnya terjadi, ternyata mereka bergantian mengocokku dari belakang. Beberapa menit Iwan mengocokku lalu diberikannya kesempatan berikutnya pada kakaknya, begitu sebaliknya.
Aku yg mendapat kocokan berurutan dari dua k0ntol yg berbeda dan saling melengkapi, tak ayal lagi menggeliat dan menjerit histeris dalam nikmat yg tak terhingga, apa lagi saat pergantian yg begitu cepat, hanya dalam hitungan detik k0ntol yg mengisi dan mengocok memekku berganti, tentu saja otot memekku tak sempat berkontraksi menyesuaikan diri, tapi kedua k0ntol itu saling melengkapi, menggesek daerah yg tdk tersentuh lainnya, sungguh pengalaman baru bagiku.
Desahan dan jeritan tak henti hentinya keluar dari mulutku, aku meracu dalam kenikmatan yg teramat sangat hingga tak dapat kubendung lagi ketika dorongan kuat dari dalam tubuhku menimbulkan denyutan denyutan hebat pada memek, akupun orgasme tak lama kemudian, tak lebih dari 15 menit setelah mereka mengocok bergantian. Jeritan histeris orgasmeku hanya ditanggapi dengan senyum kemenangan, mereka meneruskan kocokannya tanpa menurunkan tempo permainan, entah sudah berapa kali bergantian.
“Kalau capek bilang aja, kita istirahat dulu” kata Iwan sambil mengocokku, tentu saja aku tak mau, disamping tak ingin kehilangan kenikmatan yg sangat hebat ini, akupun gengsi untuk mengakuinya.
“Kalian memang kakak beradi gila” teriakku disela sela desahan.
Setelah berlangsung beberapa lama, kami berganti posisi. Kali ini aku diatas memegang peranan, kuminta mereka berjejer telentang, segera kunaiki tubuh Willy. Sedetik setelah k0ntolnya melesak dalam memek, aku langsung bergoyang pinggul dengan cepatnya, kami sama sama mendesis, tangan Willy meremas remas buah dadaku dengan kerasnya.
Tak lebih 3 menit saat Willy mulai mendaki menuju puncak kenikmatan, dengan gerakan spontan kucabut k0ntolnya dan langsung duduk di atas adiknya, tak kuhiraukan teriakan protes darinya.
“Emang enaak” godaku sembari melakukan goyangan yg sama pada Iwan, dan hal yg sama pula kulakukan padanya untuk berpindah lagi ke kakaknya. Memang nikmat tapi bagiku lebih capek karena harus berpindah dari satu ke lainnya, tapi sensasinya mengalahkan segalanya.
Setelah beberapa kali berpindah, Willy bangkit, berdiri dan menyodorkan k0ntolnya di mulutku disaat aku tengah mendaki puncak kenikmatan bersama adiknya.
Inilah yg kutunggu sedari tadi, k0ntol gede di memek dan k0ntol panjang di mulut, keduanya mengocokku bersamaan. K0ntol gede yg tertanam di memek terasa agak menghalangi gerakanku tapi tak kuhiraukan, justru semakin nikmat rasanya, apalagi kocokan di mulut tak pernah berhenti sambil sesekali disapukan ke wajahku.
Dengan posisi ini ternyata aku juga tak bisa bertahan lebih lama, kenikmatannya terlalu sayang untuk ditahan tahan, dan jebollah pertahananku untuk kedua kalinya. Kulepas k0ntol Willy dari genggamanku dan kutelungkupkan tubuhku di atas dada bidang Iwan, ingin kunikmati denyutan orgasmeku dalam dekapannya. Seiring dengan habisnya denyutan di memekku, habis pula tenagaku, akupun terkulai lemas telentang disamping Iwan.
Tanpa memberiku istirahat, Willy sudah ambil posisi bersiap melanjutkan gilirannya, tak dipedulikan isyarat kelelahanku, k0ntolnya dengan mudah kembali mengisi relung relung memek yg habis berdenyut hebat, dengan sisa sisa tenaga yg ada, kucoba mengimbangi kocokannya yg langsung keras dan tak beraturan.
Episode babak awal terulang lagi, bergantian kedua bersaudara itu mengocokku, akupun dengan cepatnya melambung setinggi awan kenikmatan, terlupakan sudah rasa capek yg menyelimutiku, rasanya ada tambahan energi yg timbul dari dalam didorong sensasi yg teramat hebat.
Jerit dan desahku kembali terdengar dengan keras lepas, antara besar pendek dan kecil panjang berurutan mengisi dan keluar masuk memekku, tak ayal lagi orgasmeku pun datang dengan cepatnya, entah untuk keberapa kali aku tak bisa menghitungnya lagi, apalagi mereka tak mempedulikan teriakan teriakan kenikmatan orgasmeku.
“Udah udah.. Istirahat dulu.. Ampun deh” desahku akhirnya harus mengakui kehebatan kedua bersaudara itu.
Willy yg sedang mengocokku menghentikan kocokannya dan mencabut keluar, tapi adiknya tak mau melihat liang memek yg kosong, segera digantikannya posisi kakakknya. Willy bergeser ke atas, menyapukan k0ntolnya yg penuh lendir memek ke wajah sembari mengocok dengan tangannya. Tak lama kemudian, menyemburlah sperma mengenai wajah dan rambutku, dipaksakannya k0ntol yg sedang berdenyut itu masuk ke mulutku, rasanya tak ada dayaku untuk menolaknya setelah apa yg telah kudapatkan darinya, dan masuklah k0ntol dengan spermanya kedalam mulutku, sisa sisa sperma masih mengalir deras membasahi tenggorokanku, tertelan masuk.
Iwan menghentikan gerakannya saat melihat bagaimana kakaknya mengeluarkan spermanya di wajah dan mulutku, namun dilanjutkan dengan sodokan yg semakin cepat. Tiba tiba dia menarik k0ntolnya dan segera mengangkangkan kakinya di atas mukaku, meniru kakaknya, disapukan k0ntol yg basah ke mukaku yg masih belepotan sperma Willy.
Ketika kumasukkan k0ntol itu ke mulutku, langsung menyemprotkan sperma, tak ayal lagi hampir semua sperma yg disemprotkan tertelan ke masuk. Willy dan adiknya bersama sama menyapukan k0ntol mereka yg mulai melemas ke wajahku dengan senyum kemenangan.
“Tak kusangka ternyata Lily yg kukenal selama ini begitu hebat di ranjang” komentar Iwan sambil menyapukan k0ntolnya.
Aku diam saja sambil menjilati sisa sisa sperma yg masih ada di batang k0ntol mereka. Akhirnya kami bertiga terkulai lemas telentang berjejer di atas ranjang.
Berkali kali Iwan memuji kehebatan permainan ranjangku dan berkali kali pula dia menyatakan ketakjuban dan kekagetannya melihat permainan yg aku suguhkan, hampir tak percaya dia melakukannya denganku, yg selama ini dianggap seorang yg cukup dewasa dan terkesan seperti orang rumahan, seperti dalam mimpi.
Tak mungkin percaya kalau tak mengalaminya sendiri, Willy hanya mengiyakan celotehan adiknya yg Play Boy itu, seperti anak mendapat mainan baru yg hebat.
Setelah beristirahat cukup lama, kami melakukannya lagi di sofa, hampir dengan pola permainan yg sama, bergantian berurutan, meski dengan posisi yg berbeda beda.
Kami melakukan 2 babak lagi sebelum Willy pulang meninggalkan aku dan adiknya bermalam di hotel, aku sangat tak keberatan menemani Iwan hingga pagi dan kami memang menghabiskan sisa malam dengan segala nafsu birahi penuh gairah, seperti tdk bercinta dengan tamu melainkan dengan seorang pacar, apalagi postur tubuh Iwan yg memang menggugah naluri birahi wanita normal.
Tak terhitung lagi babak demi babak yg kami lewati hingga kelelahan menjelang pagi bersamanya. Nafsu Iwan sangatlah besar, sepertinya tak mau membuang kesempatan yg datang sekali seumur hidup, tak pernah dibiarkan aku sedetik menganggur, selalu saja dia minta lagi dan lagi, kalau aku menolak dia yg melakukan oral pada memek, tentu saja gairahku segera timbul lagi untuk melayaninya.
Keesokan harinya setelah menjalani 1 babak saat bangun tidur, kami check out, dia mengajakku mampir ke rumahnya di kawasan Darmo Satelit yg juga rumah Willy karena dia memang masih tinggal bersama kakaknya itu, sebenarnya aku agak segan ke rumahnya, rasanya nggak ada muka untuk ketemu Wenny tapi Iwan memaksaku dan berhasil meyakinkan kalau jam segini Wenny tdk ada dirumah.
Ternyata Wenny menyambut kedatanganku, rupanya dia sedang di rumah sehabis dari salon, dengan sumringah wajah cantik nan ceria itu mempersilahkan aku masuk setelah kami berciuman pipi, padahal semalam pipi itu berlumur sperma suaminya dan juga adik iparnya.
“Kudengar kalian bertiga semalam ada pesta di Sheraton, pestanya siapa sih?” tanyanya sambil lalu seraya membikinkan aku makan siang, dia tahu pasti aku menyukai Kwe Tiaw bikinannya.
Willy datang tak lama kemudian ketika kami tengah makan bersama, diapun ikutan makan siang, berempat kami mengelilingi meja yg penuh masakan bikinan Wenny, pasti dia tak pernah menygka bahwa dua laki laki dirumahnya yg kini duduk dihadapannya telah meniduriku semalam, bersamaan malah.
Sehabis makan, Willy dan Wenny kembali pergi lagi meninggalkan aku dan Iwan, sekali lagi kami melakukannya 1 babak di kamar Iwan sebelum dia mengantarku pulang.
“Nanti aku transfer saja, bisnis is bisnis” kata Iwan sebelum meninggalkanku.
Di kamar kos, aku ingin merenung tentang apa yg telah kuperbuat dengan kedua sobatku, tapi tak pernah terjadi renungan itu karena bookingan lain telah menunggu.
Itulah kedekatanku dengan keluarga Willy, suatu persahabatan yg diawali ketulusan tapi kini telah ternoda oleh bisnisku, aku merasa bersalah setiap kali melihat wajah innocent Wenny yg cantik. Tapi itu bukan salahku, tapi salah suami dan adik iparnya, aku toh hanya seorang call girl yg bersedia diajak ke ranjang oleh siapa saja yg bisa membayarku, hibur hatiku setiap kali perasaan bersalah menggelayut dihatiku. Dan prinsip itu semakin menyeretku semakin dalam ke pusaran persahabatan yg ternoda.
Tak terhitung lagi aku “berbisnis” dengan Willy maupun Iwan ataupun keduanya, bahkan Iwan dengan bangganya memperkenalkanku pada teman temannya, tentu saja menambah jaringan tamu langgananku.
Tak dapat kuhindari kalau kemudian Iwan seperti ketagihan akan pelayananku, terutama dia sangat menyukai saat mengeluarkan spermanya di mulut dan wajahku, paling tdk seminggu sekali dia mem-booking-ku.
Hingga saat aku tinggal di Jakarta kini, kami sering berhubungan lewat telepon, terutama dengan Wenny, seakan dia tdk pernah tahu apa yg telah kuperbuat dengan kedua laki lakinya. Entahlah
Share it:

Cerita Hot

Slider

Post A Comment:

0 comments: