Aku kenal Wahyudi saat dia masih jadi anak SMP. Dia anak yang pendiam, sehingga temannya kurang banyak. Itu juga yang menyebabkan aku mulai mendekatinya, sekedar ingin tahu dan ingin berbagi cerita dengan dia. Tak kusangka dibalik sifatnya yang pendiam itu tersembunyi sebuah karakter yang belum pernah kubayangkan dimiliki oleh seorang Wahyudi.
Mata sayu Wahyudi tiba-tiba bisa berubah penuh gairah saat dia berkumpul dengan para cewek yang mengikuti kursus memasak di SMP. Aku kebetulan ikut juga di kursus masak itu. Selain punya hobi makan, aku juga ingin berdekatan dengan Wahyudi.
Pada awalnya, niatnya lebih ke arah menemani Wahyudi agar tidak merasa dikucilkan saja, ternyata selanjutnya aku jadi keterusan asyik bergaul dengan kelompok kursus masak yang isinya semua cewek-cewek dan hanya ada dua laki-laki di kelompok itu, yaitu Wahyudi dan aku.
Namanya kelompok anak SMP, maka isinya ya serba hura-hura terus. Hari-hari kursus adalah hari-hari kami bergembira. Itulah hari-hari aku selalu melihat mata Wahyudi hidup. Sangat berbeda dengan kalau berkumpul dengan teman-teman sekelas. Hari-hari Kursus adalah hari-hari dimana Wahyudi si Anak SMP berubah menjadi penuh gairah dengan mata yang selalu berbinar-binar.
Kadang aku mencuri pandang ke arah Wahyudi saat dia terlihat mesra bersenda gurau sambil mengupas bawang atau memotong buah bersama teman-teman cewek yang ikut kursus memasak ini. Sesekali mereka saling melempar sisa potongan buah atau sayur yang tidak terpakai lagi dan derai tawa mengiringi senda gurau itu. Ibu instruktur masak yang ada di depan biasanya hanya ikut-ikutan senyum saja. Mungkin dia sangat maklum dengan kelakukan Anak SMP jaman itu.
Sungguh itu adalah kehidupan Wahyudi yang sangat berbeda dibanding kehidupannya diluar kursus ini. Rasanya hari-hari di dunia ini yang ditunggu oleh Wahyudi adalah hari-hari kursus. Gelora semangatnya sudah seperti tak terbendung lagi setiap menunggu hari itu datang dan atau saat jam belum menunjukkan waktu kursus. Dia pasti terlihat gelisah menunggu waktu kursus tiba.
Akhirnya keluar juga kalimat-kalimat Wahyudi saat berduaan denganku mengambil air untuk mencuci di sumur sekolah.
“Kamu naksir enggak sama Dewi?”
“Ya cewek secantik dia ya pasti menarik tapi kan dia sudah ada cowoknya. Lagian males, semua orang kok ngejar-ngejar dia”
“Ooo kamu gitu ya?”
Wahyudi terlihat seperti senyum-senyum ditahan di depanku.
“Kenapa kok senyum-senyum?”
“Nggak kok, aku gak senyum-senyum”
“Yang tadi itu apa?”
“Aku kan membalas senyum Bu Malikah yang lewat”
Tak mau berdebat dengan Wahyudi akupun menyelesaikan tugasku mengantar air ke ruang masak dan ikutan membuat asinan yang kata bu Guru adalah menu istimewanya.
Aku malah sudah tidak memperhatikan lagi apa yang dikatakan bu Guru selaku instruktur masak hari ini. Pandanganku terus mengikuti semua gerak gerik Wahyudi dan sesekali melihat arah pandangan Wahyudi yaitu primadona sekolah SMP ini, Dewi Hamidah.
“Selalu kupanggil namamu setiap hari bahkan lebih dari sekali, minimal 17 kali tiap hari”, pernah aku bergurau pada dia
“Bohong…”
“Mana pernah aku berbohong?”
“Yang itu tadi kan bohong! Kelihatan banget bohongnya”
“Aku kalau bilang sesuatu gak pernah bohong, aku selalu menyebut namamu dalam setiap sholatku, tepatnya saat aku mengangkat tangan sehabis ruku'”
“Ihh…kamu jahat ya…”
Ah..aku jadi membayangkan yang tidak-tidak. Dewi terlalu menarik untukku dan Wahyudi sedang mengincarnya, tak baik aku ikut-ikut mengejar-ngejar Dewi.
Aku tiba-tiba kaget setengah mati ketika melihat mata Dewi pas menatap mataku dan dia tiba-tiba melempar buah salah ke arahku.
“Ups…apa-apaan ini?”
Teman-teman malah tertawa-tawa melihat aku kaget sampai hampir jatuh dari kursiku.
“Tuh makanya jangan ngelamun melulu. Inget sama Anak SMP yang minggu lalu cerdas cermat kesini ya?”
Kurang asem, rupanya mereka sangat perhatian terhadap tingkahku. Akupun pura-pura jengkel dan keluar dari ruangan kursus masak. Sampai lama aku ngobrol sama bu Sakiman pemilik kantin di SMP, setelah kurasa acara kursus sudah selesai akupun kembali ke kelas untuk mengambil tasku yang ketinggalan.
Kudengar ada suara cekikikan di kelas itu dan kulambatkan langkah kakiku. Aku kenal betul dengan suara cekikikan itu. Kuyakin Wahyudi dan Dewi Hamidah masih di dalam kelas dan sedang cekikikan berdua.
Aku jadi ragu, melanjutkan masuk ke kelas atau kembali ke kantin sekolah, yang pasti sudah tutup setelah aku pergi dari sana. Bimbang antara dua pilihan ini membuatku tak melihat jalan dan akupun terpeleset karena ada air menggenang di lantai ubin.
Dalam kesakitan bangun dari jatuh, kulihat dua manusia muncul dari dalam kelas. Benar mereka adalah Wahyudi dan Dewi Hamidah! Mereka berdua benar-benar tertawa lepas melihat aku yang bangkit dari lantai.
“Makanya dipel dulu kalau sudah membasahi lantai. Senjata makan tuan tuh. Kemana saja sih, dari tadi ditungguin”
Aku hanya bisa tersenyum masam melihat tingkah mereka berdua.
Minggu-minggu selanjutnya kurasakan sikap dua anak SMP itu makin dekat saja. Sampai akhirnya aku keluar dari kursus masak dan melupakan semua tentang Wahyudi dan Dewi.
inilah kelakukan anak didik zaman sekarang ini :v :v :v
Post A Comment: