CERITA HOT- Ini kisah yang terjadi di desa Kolesabano, sebuah desa kecil yang agak terpencil. Akses jalanannya tidak seperti di Jakarta sudah aspal semuanya, di sana masih tanah liat dan batu.
Orang-orangnya sederhana dan lugu. Kalau pagi mereka selalu saling menyapa dan murah senyum. Rasa gotong royong pun masih kental disini.
Mereka bermatapencaharian sebagai petani. Disana ada sawah dan ladang. Kebun buah-buahan pun ada banyak disini. kalau mau makan tinggal petik.
Disana tidak ada sekolah, orang tidak bisa mengenyam pendiidikan. Jadi kalau ada orang pintar disini, mereka puja seperti dewa. Dr. Satrio adalah seorang dokter umum yang dikirim kesana untuk melayani masyarakat disana. Apa yang dikatakan olehnya pasti didengarkan dan dituruti, misalnya saja seorang dokter. Jangan dokter, lulusan SD saja mereka posisikan di atas mereka.
Suatu hari di ruang praktek Dr. Sat yang sederhana seorang ibu paruh baya sedang berkonsultasi dengannya mengenai kondisi buah hatinya, seorang anak gadis yang berumur kira-2 15 tahun. Cahaya pagi yang menembus jendela kayu menunjukkan kekhawatiran di raut wajahnya. Alisnya tak henti-hentinya mengernyit setiap kali ia menceritakan keadaan anak perempuannya yang memakai jilbab warna biru sama seperti yang sedang dikenakannya. Pundak anaknya dipegani seperti seorang ibu yang takut anaknya akan lenyap kalau dilepas.
“Dok, anak saya kayaknya kurang sehat beberapa hari ini.”
“Oh..gimana kondisinya apakah batuk-batuk?”
“Ya sedikit, nafsu makannya berkurang dok.”
Dr. Sat mengangguk-angguk.
“Nama kamu siapa,dik?”
“Putri, dok.”
“Sudah berapa lamu kamu sakit?”
“3 hari dok…gak sembuh-sembuh…dah minum teh manis.”
“Pusing-pusing gak?”
“Gak, dok.”
“Sebelumnya ada makan apa, gak?”
“Makan biasa aja dok..”
“Ada jajan?”
“Paling gulali.”
“Hmm….”
Dr. Sat tampak sedang berpkiri untuk menganalisa kondisi Putri.
“Ya udah kamu naik ke ranjang periksa yah…dokter periksa”
“Iya dok…”
Putri berjalan ke ranjang periksa yang tak jauh dari situ, ia menaiki tangga kecil hingga ia bisa sampai ke atas ranjang dan tiduran.
“Di angkat ya bajunya, biar dokter bisa periksa pakai stetoskop.”
Putri mengangguk dan menarik ke atas bajunya sehingga payudaranya yang masih mengkal kelihatan.
Dr. Sat mulai menggunakan stetoskopnya dan mencoba mendegar detak jantungnya. Stetoskop itu di letakkan di dada dan dipindah-pindahkan di sekitar situ. Kadang ditaruh di atas putingnya Putri.
“Dingin dok…,” komentar Putri.
“Tahan dikit ya…”
Saat Dr. Sat memindahkan stetoskopnya, saat diangkat kadang pinggirannya menyenggol ujung puting Putri. Entah sengaja atau tidak, jari kelingkingnya kadang juga menoel putingnya. Si ibu tidak bisa melihat yang dilakukan Dr. Sat sebab ia berada di belakangnya.
Putri merasakan sesuatu yang aneh, dan pipinya berubah memerah. Tanpa disadari puting coklatnya menjadi mengeras mencuat. Kalau tertoel lagi, kakinya langsung mengapit seperti menahan sesuatu di bagian bawah situ.
“MMmm…untuk pemeriksaan selanjutnya ibu tunggu di bangku yah, saya harus melakukan tes.”
“Iya dok.”
Dr. Sat menarik gorden yang mengelilingi ranjang periksa. Ibu Putri tidak bisa melihat apa yang sedang terjadi di dalam.
2 menit tidak ada apa-apa. Namun setelah agak lama si ibu mulai mendengar suara-suara aneh dari dalam. Seperti anaknya sedang melenguh-lenguh…”Ah..ahh…ahhhh…”
Merasakan firasat buruk ia bangkit menyibak gordennya. Betapa terkejutnya saat ia melihat CD putrinya sudah turun setengah paha dan tangan Dr. Sat sudah berada di kemaluan putrinya. Saking kagetnya si ibu sampai tidak bisa bicara apa-apa.
“A..a..a”
“Ibu! apa yang sedang ibu lakukan, saya sedang di tengah pemeriksaan.”
Si ibu tiba-tiba merasa bersalah, apakah benar ia sedang mengganggu jalannya pemeriksaan anaknya? Pikiran akal sehatnya seperti sedang terpecah saking syoknya.
“Tunggu disitu yah.”
Lalu si dokter menutup lagi gordennya.
Tak lama suara lenguhan terdengar lag, “Mmmhh ahh.ah..ah…”.
Si ibu menjadi ragu-ragu apakah sebaiknya ia membuka gorden itu atau dibiarkan saja. Tapi Lama-kelamaan bukan cuma suara putrinya, kini ia mendengar suara si dokter, “Mmhh…shh…ahh..yah..dihisap…biar lekas sembuh.”
Si ibu semakin khawatir. Akhrinya dia sibak lagi gordennya.
Kali kagetnya menjadi-jadi, sebab burungnya si dokter sudah keluar dari celananya dan ada di dalam mulut anaknya.
“Dokter! Dokter…lagi apa…?” dengan nada agak histeris.
Si ibu tidak mempercayai penglihatannya.
“Aduh ibu ini lagi-lagi mengganggu,” Tukas Dr. Sat kesal, “Saya sudah analisa, anak ibu terkena penyakit Vibilio Facumacis, obatnya adalah ia harus dibikin orgasme dan menelan sperma. Kalau ibu ganggu terus, gak selesai loh ini. Saya gak tanggung kalau penyakitnya bertambah parah.”
“Ii..iya..tapi dok….”
“Hhhhhh…,” Si dokter menghela nafas panjang sambil geleng-geleng. “Ya sudah ibu bantu deh, ibu colok-colok kemaluan anak ibu untuk membangun kekebalan tubuhnya.”
Si ibu terdiam dan ragu-ragu.
“Ayo sini…bantu saja…gak apa-apa…daripada ganggu terus..gak selesai-selesai.”
“Ii..iya…”
Si ibu berjalan mendekati tempat tidur periksa. Dr. Satrio membelakangi si ibu itu lalu ia meraih tangannya dan meletakkan di kemaluan putrinya.
“Nah…sekarang keluar masukin jarinya di lubangya yah…”
“Iii…iya dok…”
Si ibu pun mulai memasturbasi anaknya. Putri langsung memejamkan mata dan melenguh-lenguh kecil, “Aah..ah…ah…”
Dr Satrietyo tiba-tiba menarik ke atas gamis si ibu. Tentu saja perbuatannya membuat si ibu kaget.
“Dokter ngapain lagi?!”
“Ibu juga perlu dibangun kekebalannya, kalau gak penyakit ini akan menular. Jadi kemaluan ibu juga harus dimainin.”
“Yang bener dok…”
“Ya bener, siapa disini dokternya?”
Si ibu kebingungan.
“Ii..iya…”
“Jangan khawatir saya tidak akan sentuh ibu, kalau itu yang ibu khawatirkan, Putri yang akan bantu prosesnya.”
“Maksudnya…?”
“Putri yang akan gituin ibu..ngerti kan…”
“Hah?”
“Sudah ibu tenang aja, nurut aja kalau mau sembuh yah.”
Dr. Satrio lalu membungkuk dan memberikan penjelasan kepada Putri.
“Putri supaya ibumu gak ketularan kamu keluar masukin jari kamu di lubangnya ibu yah…kayak yang diakukan ibu ke kamu..ok”
“Iya dok…”
“Pinter,” ujar Dr. Sat menepuk-nepuk kepala Putri.
Dr. Sat bangkit lagi, “Nah ibu..siap ya…saya angkat gamisnya yah…biar Putri bisa masturbasiin ibu untuk cegah penyakit.”
“II..iya dok…”
Dr. Sat pun mengankat gamis si ibu hingga seperut dan menarik turun CD putihnya. Si ibu membantu memegangi kain gamisnya agar jangan jatuh. Dr. Sat sempat menelan ludah saat ia melihat paha si ibu yang semok. Gak kurus, tapi berisi.
“Nah Putri, sekarang tangannya yuk…”
Putri mengulurkan tangannya dan menjamah kemaluan ibunya. Jari tengahnnya dimasukkan ke dalam lubang ibunya perlahan, lalu ditarik lagi.
“UUuhh…”
Si ibu langsung memejamkan matanya dan melenguh keenakan.
“Bu maafin Putri ya, gara-gara Putri sakit, ibu bisa ketularan juga.”
Si ibu buru-buru membungkukkan badannya dan mengelus kepala putrinya
“Sudah kamu gak perlu pikiran itu, yang penting sekarang Putri keluar masukin jari lubang di lubang ibu, dan ibu colok-colok lubang Putri yah..biar kita sama-sama sehat,” ujar si ibu menenangkan anaknya.
Putri mengangguk tersenyum.
“Nah sekarang Putri buka mulutnya AAaaa,” perintah Dr. Sat. Putri menurut.
Dr Satri kembali mengarahkan penisnya ke mulut Putri dan memasukkannya ke dalam.
“Nah, sekarang kulum batang Dokter ya…obatnya ada di dalamnya mesti dikeluarin, Ok”
“Ngg..” Putri mengiyakan dengan mulut yang tersumpal batang Dr. Sat.
Dr Satri lalu memaju mundurkan pinggulnya, menikmati batangnya disepong Putri. Ia tarik lagi ke atas bajunya Putri, agar ia bisa melihat jelas kedua putingnya. Tngan kanannya bergerak, menjamah dan remas-remas lembut dada Putri. Sesekali ia pelintir-pelintir putingnya.
“Ngghh…nghh..,” responnya.
Sementara itu tangan kirinya digunakan untuk menahan kepala Putri yang berjilbab agar ia bisa bersenggama di mulutnya.
Nafas si ibu lama kelamaan berubah menjadi tak beraturan. Gerakan jarinya di lubang putrinya pun berubah menjadi semakin cepat.
“Mmhmhh..nghhh..nghh…,” lenguh Putri
Jari Putri pun juga ikut-ikutan menusuk-nusuk vagina ibunya dengan cepat. Jari mungi itu kelihatan sudah menjadi basah. Cairan bening ada yang mulai turun mengalir dari lubang vagina si ibu ke pahanya.
“Dok…remas dada saya juga dok…plis…” pinta si ibu
Dr. Sat senang mendengar permintaan si ibu.
“Di buka donk bajunya.”
SI ibu menurut dan melepaskan bajunya dan dijatuhkan ke tanah. Kini ia bertelanjang dada dan hanya mengenakan BH saja. Dr Satri berdecak kagum melihat payudara si ibu yang besar.
“BH-nya…di lepas juga….,” pinta Dr. Sat dengan suara bergetar.
Tanpa berpikir panjang si ibu melepaskan pengait depan BHnya dan meloloskannya talinya dari pundaknya. Lalu ia jatuhkan ke lantai.
Dr. Sat jadi bernafsu banget ngeliat payudara si ibu yang mantap. Ia pun menangkupnya dari belakang punggung, melewati bawah tangannya, serta memainkan buah dada yang kenyal itu.
Putri baru kali ini ngeliat ibunya buka-bukaan seperti itu, dan baru pertama ngeliat seorang pria cemek-cemek dada ibunya. Darahnya berdesir. Jantungnya berdegup keras. Semuanya serba baru baginya.
Si Ibu pun mulai menggapai buah zakar Dr. Sat dan mengelus-elusnya.
“AAhh…” Dr. Sat merasakan kehangatan di pelernya..
“Ahh….gak kuat….ahh…keluar…keluar…”
Dr. Sat memegang kepala Putri dengan kedua tangannya dan memaju mundurkan batangnya di mulut Putri. dengan cepat. Kumpulan sperma itu tak lama lagi akan meledak di rongga mulut gadis mungil ini.
“Ke..luaaar….aaahhh ahh….”
CROT CROOT CROTT CROT CRET CRET!
“Ahhh….”
Dr. Sat merasakan kelegaan luar biasa. Lalu ia mencabutnya dari mulut Putri.
“Ditelan yah Putri…itu obatnya…”
Putri mengangguk. Ia teguk cairan Dr. Sat. Otot lehernya tampak berkontraksi.
“Pinter…”
“Dokter kasih sesuatu buat kamu yah…”
“Apa tuh?”
Dr. Sat mendekatkan wajahnya ke wajah Putri. Keduanya saling memandang. Lalu Dr. Sat mencium Putri dan menghisap-hisap bibir atas dan bawahnya.
Si ibu membelalak… melihat Dr. Sat mencumbu putrinya dan Putri tampak menyukai setiap deitknya.
“Dokter apakah itu juga termasuk pengobatannya?”
Dr. Sat menegakkan tubuhnya.
“Iyah…sudah pasti dan…sekarang ibu jilat vaginanya Putri, ya”
“Lho kenapa?”
“Iya…karena saliva ibu bisa menjadi bahan tambahan yang menguatkan kekebalan Putri, seperti vitamin. Jadi jangan lupa, nanti sambil dijilat, juga diludahin sedikit yah.”
“Gitu ya dok..?”
“Iyah…”
Si ibu memandang anaknya dengan penuh kasih sayang.
“Ibu jilat yah, nak..”
Putri mengangguk.
“Iya, bu terima kasih ya.”
Si ibu tersenyum dan mengelus kepala anaknya. Lalu ia mendekatkan wajahnya ke alat kelamin putrinya. Di buka sedikit bibir vaginanya, diludahi lalu ia mulai menjilat-jilat belahan vaginanya.
“AAhh…ahhh…ahh….enak bu…”
Putri yang sedang keenakan sudah lupa untuk memasturbasi ibunya. Dr. Sat tidak ingin membiarkan lubang vagina si ibu mubazir.
Dr. Sat pun menarik turun gamis roknya, dan ia bisa melihat gundukan yang terbelah dari arah belakang. Ia lalu mengarahkan batangnya ke lubang si ibu. kebetulan posisinya sudah siap untuk di doggy. Tanpa meminta izin lagi, Ia langsung mendorong masuk batangnya ke dalam lubang si ibu yang sudah basah.
“OOhhh…Dr. Satio…” Sebentar ia melihat ke belakang, kemudian ia mulai merasakan kenikmtan hujaman-hujaman tusukan batang si dokter. “Astaga enaknya….” Lalu ia lanjut lagi mengoral anaknya di atas ranjang periksa.
Putri yang baru kali ini mengalami rasanya di oral, tidak dapat membendung cairannya untuk keluar.
“Bu…mau pipis…”
“Pipis aja Putri biar kamu sehat…”
“Ahh..ahh..ahh…ibu…duh..gak tahan lagi….KYA!” Putri menjerit histeris, saat ia mencapai orgasme. Kakinya mendorng pantatnya sampai ke udara, dan vaginanya menyemprotan cairan hingga keluar.
Si ibu buru-buru berpindah untuk melihat wajah putrinya.
“Ahh..ahh..dah keluar nak?”
Dia menanyakan keadaan Putri selagi sedang disodok sama Dr. Satio dari belakang.
Putri bisa meihat dari dekat, wajah ibunya yang sedang sangat keenakan. Tubuhnya bergerak-gerak maju mundur, demikian juga buah dadanya.
“Ibu lagi diapain? lagi diobati juga yah?”
“Mmhh ahh ahh.. iya nak..”
“Putri juga mau…diobati yang seperti ibu…”
Si ibu terkejut mendengar permintaan Putri…
“Putri….Putri masih kecil..ahh ahh..ahh. Belum boleh diobati seperti ini.”
Sementara itu dari belakang mempercepat memompa tubuh si ibu.
“Ahh…ahh..ahh..ahhh…”
Alis si ibu mengernyit menahan kenikmatan yang semakin memuncak.
“Tapi Putri mau….,” ucapnya menelan ludah melihat Dr. Satio menyetubuhi ibunya. Walaupun ia belum tahu itu namanya.
Di dalam keadan birahi yang sangat, pikiran si ibu tampaknya semakin tertutup. Bahkan ia mulai merasa birahi terhadap putirnya. Ia menggapai lagi kemaluan Putri. Ia colok-colok lagi dengan satu jari.
Putri agak mengangkat kepalanya untuk melihat apa yang ibunya lakukan di bawah situ. Ia diam saja membiarkan perbuatan ibunya. Sensai nikmat mulai menjalar dari alat kelaminnya. Kemudian dari satu jari berubah jadi dua jari.
“Ohh…oh…yeaaahhh…”
Tapi saat jari ketiga masuk…raut wajah Putri berubah kesakitan.
“Aw sakit bu..udah..buat keluarin jarinya…sakit…”
“Tahan nak…tahan…biar ibu yang ambil keperawanan kamu yah…”
Putri bangkit dari tidurnya dan mencoba mencabut jari ibunya dari guanya.
“Sakit bu…”
“Tahan nakk..entar jadi enak lagi..”
Si ibu menidurkan lagi putrinya, kemudian ia jilat-jilat putingnya agar ia merasa lebih nyaman.
“Owwh…shh…kit…”
Sedikit demi sedikit membran keperawanan Ptri pun robek oleh jemari ibunya.
“AAhh sakit….”
Perlahan rasa sakit itu berubah menjadi enak.
“Mmhhh ahh…ahh…shh….”
Ketiga jari si ibu pun berbalur darah keperawan Putri dan cairan kewanitaannya.
Tiba-tiba hentakan keras penis Dr. Satio menyentuh batas klimaksnya, sehingga si ibu kelojotoan mencapai orgasme.
“Aahhhh…sampai….”
Ia mendorong Dr. Satio agar mencabut penisnya dari lubangnya.
“Saya nanggung bu,” keluh Dr. Sat.
Tanpa menanggapinya, si ibu menyuruh Putri bangun. Putri menuruti perintah ibunya dan ia duduk di pinggir ranjang periksa.
Si ibu berbalik badan dan naik duduk di sebelahnya.
“Putri duduk di pangkuan ibu yuk.”
“Iyah.”
“Lepas tuh CDnya.”
“Iya bu.”
Setelah itu Putri berpindah posisi duduk di atas paha ibunya. Kedua kakinya berada disisi luar kaki ibunya. Vaginanya jadi agak terbuka. Setelah itu ibunya membuka lebar kedua pahanya, sehingga kedua paha Putri juga turut terbuka lebar, mempertontonkan lubang senggamanya.
“Kamu mau diobati Dr. Sat seperti tadi kan?”
Putri memandang batang Dr. Sat yang mengacung dan gak bergerak-gerak dikit. Ia menunduk, lalu mengangguk.
Si ibu memandang ke Dr. Sat, “Tolong obati anak saya juga, dok. Pakai cara yang tadi”
Dada Dr. Sat bergemuruh melihat posisi ibu dan anak itu. Mereka berdua masih memakai jilbab. Si ibu sudah tidak berpakaian, Putri masih lengkap berpakaian, tetapi semuanya sudah disibak.
“Eh..iyah…sebelumnya kalan berdua ciuman dulu biar saliva kalian bercampur di mulut agar bakteri kumannya mati. Si ibu merendahkan kepalanya dan Putri mengadahkan kepalanya ke atas menyamping. Bibir mereka bersentuhan, lalu si ibu melumat bibir putrinya. Ludahnya dipindahkan ke mulut Putri, kemudia dengan lidahnya ia mengaduk-ngaduknya di dalam.
Dr. Satio benar-benar terangsang oleh keduanya, ia pun mendekat sambil mengocok titinya. Ia naik ke anak tangga agar batangnya bisa sejajr dengan lubang Putri. Lalu Blezzzz!
Putri membelalak saat merasakan sebuah benda besar yang panjang menerobos masuk lubang senggamanya.
Ibunya saja merasa Dr. Sat gede banget, apalagi anaknya.
Dr. Sat tidak bisa leluasa mengeluar masukkan batangnya, sebab seret banget, meskipun lubang Putri sudah distimulasi sejak tadi dan basah licin.
Batang Dr. Sat benar-benar tidak bisa masuk penuh, meskipun sudah berusaha didorong. Dr. Sat sampai menganga mulutnya, karena jepitannya luar biasa banget. ia yakin pertahannya tidak akan bisa lama dengan keadaan seperti ini. Ia pun mulai memajumundurkan pantatnya dan bersetubuh dengan Putri.
“Ahh…aahh….shhh…ahhh…”
Kenikamtan yang sama pun juga dirasakan Putri. Lubangnya terasa penuh. Setiap sensor di kemaluannya mendapatkan gesekan penuh dari bendanya Dr. Sat. Apalagi ini pengalaman pertamanya.
“Dr…dr…dr…Praz….shhh…ahh..”
Si ibu pun membuat anaknya makin gak kuasa menahan nikmatnya seks. Tangannya meraba-raba dan memainkan buah dadanya. Putri sudah benar-benar pasrah ia bisa meraskan gelombang klimaks bentar lagi datang. Sesaat ia hendak mencapai orgasme, tiba-tiba…
“AKh…keluar.! Dr. keluar!”
Putri bisa merasakan cairan panas menyembur di lubangnya. Di saat itu juga ia mencapai orgasme. Srrr…Sr…srrr….srr..
“Dr. Aku pipis lagi….”
“Ya bagus itu…”
Keduanya mencapai klimaks bersamaan.
Tak berapa lama setelah itu, kedua nya berpakaian lagi yang lengkap. Mereka kembali ke meja.
“Ok…kalian berdua sudah diberi obat dan disuntik kekebalan, kalau masih belum sembuh datang lagi untuk diadakan pemeriksaan.”
“Baik, dok, terima kasih ya. Ayo Putri bilang apa ke Dr.”
“Terima kasih dok.”
“Iya…lekas sembuh ya…”
“Ngg!..iya”
Ternyata beberapa hari kemudian Putri telah kembali menjadi sehat. Kehebatan pengobatan Dr. Satrio pun semakin terkenal di antara para wanita.
Sementara untuk si ibu itu dan anaknya, mereka berdua pun jadi sering mencolok-colok vagina mereka satu sama lain, untuk meningkatkan kekebalan tubuh mereka dan tetap sehat.
Mereka bermatapencaharian sebagai petani. Disana ada sawah dan ladang. Kebun buah-buahan pun ada banyak disini. kalau mau makan tinggal petik.
Disana tidak ada sekolah, orang tidak bisa mengenyam pendiidikan. Jadi kalau ada orang pintar disini, mereka puja seperti dewa. Dr. Satrio adalah seorang dokter umum yang dikirim kesana untuk melayani masyarakat disana. Apa yang dikatakan olehnya pasti didengarkan dan dituruti, misalnya saja seorang dokter. Jangan dokter, lulusan SD saja mereka posisikan di atas mereka.
Suatu hari di ruang praktek Dr. Sat yang sederhana seorang ibu paruh baya sedang berkonsultasi dengannya mengenai kondisi buah hatinya, seorang anak gadis yang berumur kira-2 15 tahun. Cahaya pagi yang menembus jendela kayu menunjukkan kekhawatiran di raut wajahnya. Alisnya tak henti-hentinya mengernyit setiap kali ia menceritakan keadaan anak perempuannya yang memakai jilbab warna biru sama seperti yang sedang dikenakannya. Pundak anaknya dipegani seperti seorang ibu yang takut anaknya akan lenyap kalau dilepas.
“Dok, anak saya kayaknya kurang sehat beberapa hari ini.”
“Oh..gimana kondisinya apakah batuk-batuk?”
“Ya sedikit, nafsu makannya berkurang dok.”
Dr. Sat mengangguk-angguk.
“Nama kamu siapa,dik?”
“Putri, dok.”
“Sudah berapa lamu kamu sakit?”
“3 hari dok…gak sembuh-sembuh…dah minum teh manis.”
“Pusing-pusing gak?”
“Gak, dok.”
“Sebelumnya ada makan apa, gak?”
“Makan biasa aja dok..”
“Ada jajan?”
“Paling gulali.”
“Hmm….”
Dr. Sat tampak sedang berpkiri untuk menganalisa kondisi Putri.
“Ya udah kamu naik ke ranjang periksa yah…dokter periksa”
“Iya dok…”
Putri berjalan ke ranjang periksa yang tak jauh dari situ, ia menaiki tangga kecil hingga ia bisa sampai ke atas ranjang dan tiduran.
“Di angkat ya bajunya, biar dokter bisa periksa pakai stetoskop.”
Putri mengangguk dan menarik ke atas bajunya sehingga payudaranya yang masih mengkal kelihatan.
Dr. Sat mulai menggunakan stetoskopnya dan mencoba mendegar detak jantungnya. Stetoskop itu di letakkan di dada dan dipindah-pindahkan di sekitar situ. Kadang ditaruh di atas putingnya Putri.
“Dingin dok…,” komentar Putri.
“Tahan dikit ya…”
Saat Dr. Sat memindahkan stetoskopnya, saat diangkat kadang pinggirannya menyenggol ujung puting Putri. Entah sengaja atau tidak, jari kelingkingnya kadang juga menoel putingnya. Si ibu tidak bisa melihat yang dilakukan Dr. Sat sebab ia berada di belakangnya.
Putri merasakan sesuatu yang aneh, dan pipinya berubah memerah. Tanpa disadari puting coklatnya menjadi mengeras mencuat. Kalau tertoel lagi, kakinya langsung mengapit seperti menahan sesuatu di bagian bawah situ.
“MMmm…untuk pemeriksaan selanjutnya ibu tunggu di bangku yah, saya harus melakukan tes.”
“Iya dok.”
Dr. Sat menarik gorden yang mengelilingi ranjang periksa. Ibu Putri tidak bisa melihat apa yang sedang terjadi di dalam.
2 menit tidak ada apa-apa. Namun setelah agak lama si ibu mulai mendengar suara-suara aneh dari dalam. Seperti anaknya sedang melenguh-lenguh…”Ah..ahh…ahhhh…”
Merasakan firasat buruk ia bangkit menyibak gordennya. Betapa terkejutnya saat ia melihat CD putrinya sudah turun setengah paha dan tangan Dr. Sat sudah berada di kemaluan putrinya. Saking kagetnya si ibu sampai tidak bisa bicara apa-apa.
“A..a..a”
“Ibu! apa yang sedang ibu lakukan, saya sedang di tengah pemeriksaan.”
Si ibu tiba-tiba merasa bersalah, apakah benar ia sedang mengganggu jalannya pemeriksaan anaknya? Pikiran akal sehatnya seperti sedang terpecah saking syoknya.
“Tunggu disitu yah.”
Lalu si dokter menutup lagi gordennya.
Tak lama suara lenguhan terdengar lag, “Mmmhh ahh.ah..ah…”.
Si ibu menjadi ragu-ragu apakah sebaiknya ia membuka gorden itu atau dibiarkan saja. Tapi Lama-kelamaan bukan cuma suara putrinya, kini ia mendengar suara si dokter, “Mmhh…shh…ahh..yah..dihisap…biar lekas sembuh.”
Si ibu semakin khawatir. Akhrinya dia sibak lagi gordennya.
Kali kagetnya menjadi-jadi, sebab burungnya si dokter sudah keluar dari celananya dan ada di dalam mulut anaknya.
“Dokter! Dokter…lagi apa…?” dengan nada agak histeris.
Si ibu tidak mempercayai penglihatannya.
“Aduh ibu ini lagi-lagi mengganggu,” Tukas Dr. Sat kesal, “Saya sudah analisa, anak ibu terkena penyakit Vibilio Facumacis, obatnya adalah ia harus dibikin orgasme dan menelan sperma. Kalau ibu ganggu terus, gak selesai loh ini. Saya gak tanggung kalau penyakitnya bertambah parah.”
“Ii..iya..tapi dok….”
“Hhhhhh…,” Si dokter menghela nafas panjang sambil geleng-geleng. “Ya sudah ibu bantu deh, ibu colok-colok kemaluan anak ibu untuk membangun kekebalan tubuhnya.”
Si ibu terdiam dan ragu-ragu.
“Ayo sini…bantu saja…gak apa-apa…daripada ganggu terus..gak selesai-selesai.”
“Ii..iya…”
Si ibu berjalan mendekati tempat tidur periksa. Dr. Satrio membelakangi si ibu itu lalu ia meraih tangannya dan meletakkan di kemaluan putrinya.
“Nah…sekarang keluar masukin jarinya di lubangya yah…”
“Iii…iya dok…”
Si ibu pun mulai memasturbasi anaknya. Putri langsung memejamkan mata dan melenguh-lenguh kecil, “Aah..ah…ah…”
Dr Satrietyo tiba-tiba menarik ke atas gamis si ibu. Tentu saja perbuatannya membuat si ibu kaget.
“Dokter ngapain lagi?!”
“Ibu juga perlu dibangun kekebalannya, kalau gak penyakit ini akan menular. Jadi kemaluan ibu juga harus dimainin.”
“Yang bener dok…”
“Ya bener, siapa disini dokternya?”
Si ibu kebingungan.
“Ii..iya…”
“Jangan khawatir saya tidak akan sentuh ibu, kalau itu yang ibu khawatirkan, Putri yang akan bantu prosesnya.”
“Maksudnya…?”
“Putri yang akan gituin ibu..ngerti kan…”
“Hah?”
“Sudah ibu tenang aja, nurut aja kalau mau sembuh yah.”
Dr. Satrio lalu membungkuk dan memberikan penjelasan kepada Putri.
“Putri supaya ibumu gak ketularan kamu keluar masukin jari kamu di lubangnya ibu yah…kayak yang diakukan ibu ke kamu..ok”
“Iya dok…”
“Pinter,” ujar Dr. Sat menepuk-nepuk kepala Putri.
Dr. Sat bangkit lagi, “Nah ibu..siap ya…saya angkat gamisnya yah…biar Putri bisa masturbasiin ibu untuk cegah penyakit.”
“II..iya dok…”
Dr. Sat pun mengankat gamis si ibu hingga seperut dan menarik turun CD putihnya. Si ibu membantu memegangi kain gamisnya agar jangan jatuh. Dr. Sat sempat menelan ludah saat ia melihat paha si ibu yang semok. Gak kurus, tapi berisi.
“Nah Putri, sekarang tangannya yuk…”
Putri mengulurkan tangannya dan menjamah kemaluan ibunya. Jari tengahnnya dimasukkan ke dalam lubang ibunya perlahan, lalu ditarik lagi.
“UUuhh…”
Si ibu langsung memejamkan matanya dan melenguh keenakan.
“Bu maafin Putri ya, gara-gara Putri sakit, ibu bisa ketularan juga.”
Si ibu buru-buru membungkukkan badannya dan mengelus kepala putrinya
“Sudah kamu gak perlu pikiran itu, yang penting sekarang Putri keluar masukin jari lubang di lubang ibu, dan ibu colok-colok lubang Putri yah..biar kita sama-sama sehat,” ujar si ibu menenangkan anaknya.
Putri mengangguk tersenyum.
“Nah sekarang Putri buka mulutnya AAaaa,” perintah Dr. Sat. Putri menurut.
Dr Satri kembali mengarahkan penisnya ke mulut Putri dan memasukkannya ke dalam.
“Nah, sekarang kulum batang Dokter ya…obatnya ada di dalamnya mesti dikeluarin, Ok”
“Ngg..” Putri mengiyakan dengan mulut yang tersumpal batang Dr. Sat.
Dr Satri lalu memaju mundurkan pinggulnya, menikmati batangnya disepong Putri. Ia tarik lagi ke atas bajunya Putri, agar ia bisa melihat jelas kedua putingnya. Tngan kanannya bergerak, menjamah dan remas-remas lembut dada Putri. Sesekali ia pelintir-pelintir putingnya.
“Ngghh…nghh..,” responnya.
Sementara itu tangan kirinya digunakan untuk menahan kepala Putri yang berjilbab agar ia bisa bersenggama di mulutnya.
Nafas si ibu lama kelamaan berubah menjadi tak beraturan. Gerakan jarinya di lubang putrinya pun berubah menjadi semakin cepat.
“Mmhmhh..nghhh..nghh…,” lenguh Putri
Jari Putri pun juga ikut-ikutan menusuk-nusuk vagina ibunya dengan cepat. Jari mungi itu kelihatan sudah menjadi basah. Cairan bening ada yang mulai turun mengalir dari lubang vagina si ibu ke pahanya.
“Dok…remas dada saya juga dok…plis…” pinta si ibu
Dr. Sat senang mendengar permintaan si ibu.
“Di buka donk bajunya.”
SI ibu menurut dan melepaskan bajunya dan dijatuhkan ke tanah. Kini ia bertelanjang dada dan hanya mengenakan BH saja. Dr Satri berdecak kagum melihat payudara si ibu yang besar.
“BH-nya…di lepas juga….,” pinta Dr. Sat dengan suara bergetar.
Tanpa berpikir panjang si ibu melepaskan pengait depan BHnya dan meloloskannya talinya dari pundaknya. Lalu ia jatuhkan ke lantai.
Dr. Sat jadi bernafsu banget ngeliat payudara si ibu yang mantap. Ia pun menangkupnya dari belakang punggung, melewati bawah tangannya, serta memainkan buah dada yang kenyal itu.
Putri baru kali ini ngeliat ibunya buka-bukaan seperti itu, dan baru pertama ngeliat seorang pria cemek-cemek dada ibunya. Darahnya berdesir. Jantungnya berdegup keras. Semuanya serba baru baginya.
Si Ibu pun mulai menggapai buah zakar Dr. Sat dan mengelus-elusnya.
“AAhh…” Dr. Sat merasakan kehangatan di pelernya..
“Ahh….gak kuat….ahh…keluar…keluar…”
Dr. Sat memegang kepala Putri dengan kedua tangannya dan memaju mundurkan batangnya di mulut Putri. dengan cepat. Kumpulan sperma itu tak lama lagi akan meledak di rongga mulut gadis mungil ini.
“Ke..luaaar….aaahhh ahh….”
CROT CROOT CROTT CROT CRET CRET!
“Ahhh….”
Dr. Sat merasakan kelegaan luar biasa. Lalu ia mencabutnya dari mulut Putri.
“Ditelan yah Putri…itu obatnya…”
Putri mengangguk. Ia teguk cairan Dr. Sat. Otot lehernya tampak berkontraksi.
“Pinter…”
“Dokter kasih sesuatu buat kamu yah…”
“Apa tuh?”
Dr. Sat mendekatkan wajahnya ke wajah Putri. Keduanya saling memandang. Lalu Dr. Sat mencium Putri dan menghisap-hisap bibir atas dan bawahnya.
Si ibu membelalak… melihat Dr. Sat mencumbu putrinya dan Putri tampak menyukai setiap deitknya.
“Dokter apakah itu juga termasuk pengobatannya?”
Dr. Sat menegakkan tubuhnya.
“Iyah…sudah pasti dan…sekarang ibu jilat vaginanya Putri, ya”
“Lho kenapa?”
“Iya…karena saliva ibu bisa menjadi bahan tambahan yang menguatkan kekebalan Putri, seperti vitamin. Jadi jangan lupa, nanti sambil dijilat, juga diludahin sedikit yah.”
“Gitu ya dok..?”
“Iyah…”
Si ibu memandang anaknya dengan penuh kasih sayang.
“Ibu jilat yah, nak..”
Putri mengangguk.
“Iya, bu terima kasih ya.”
Si ibu tersenyum dan mengelus kepala anaknya. Lalu ia mendekatkan wajahnya ke alat kelamin putrinya. Di buka sedikit bibir vaginanya, diludahi lalu ia mulai menjilat-jilat belahan vaginanya.
“AAhh…ahhh…ahh….enak bu…”
Putri yang sedang keenakan sudah lupa untuk memasturbasi ibunya. Dr. Sat tidak ingin membiarkan lubang vagina si ibu mubazir.
Dr. Sat pun menarik turun gamis roknya, dan ia bisa melihat gundukan yang terbelah dari arah belakang. Ia lalu mengarahkan batangnya ke lubang si ibu. kebetulan posisinya sudah siap untuk di doggy. Tanpa meminta izin lagi, Ia langsung mendorong masuk batangnya ke dalam lubang si ibu yang sudah basah.
“OOhhh…Dr. Satio…” Sebentar ia melihat ke belakang, kemudian ia mulai merasakan kenikmtan hujaman-hujaman tusukan batang si dokter. “Astaga enaknya….” Lalu ia lanjut lagi mengoral anaknya di atas ranjang periksa.
Putri yang baru kali ini mengalami rasanya di oral, tidak dapat membendung cairannya untuk keluar.
“Bu…mau pipis…”
“Pipis aja Putri biar kamu sehat…”
“Ahh..ahh..ahh…ibu…duh..gak tahan lagi….KYA!” Putri menjerit histeris, saat ia mencapai orgasme. Kakinya mendorng pantatnya sampai ke udara, dan vaginanya menyemprotan cairan hingga keluar.
Si ibu buru-buru berpindah untuk melihat wajah putrinya.
“Ahh..ahh..dah keluar nak?”
Dia menanyakan keadaan Putri selagi sedang disodok sama Dr. Satio dari belakang.
Putri bisa meihat dari dekat, wajah ibunya yang sedang sangat keenakan. Tubuhnya bergerak-gerak maju mundur, demikian juga buah dadanya.
“Ibu lagi diapain? lagi diobati juga yah?”
“Mmhh ahh ahh.. iya nak..”
“Putri juga mau…diobati yang seperti ibu…”
Si ibu terkejut mendengar permintaan Putri…
“Putri….Putri masih kecil..ahh ahh..ahh. Belum boleh diobati seperti ini.”
Sementara itu dari belakang mempercepat memompa tubuh si ibu.
“Ahh…ahh..ahh..ahhh…”
Alis si ibu mengernyit menahan kenikmatan yang semakin memuncak.
“Tapi Putri mau….,” ucapnya menelan ludah melihat Dr. Satio menyetubuhi ibunya. Walaupun ia belum tahu itu namanya.
Di dalam keadan birahi yang sangat, pikiran si ibu tampaknya semakin tertutup. Bahkan ia mulai merasa birahi terhadap putirnya. Ia menggapai lagi kemaluan Putri. Ia colok-colok lagi dengan satu jari.
Putri agak mengangkat kepalanya untuk melihat apa yang ibunya lakukan di bawah situ. Ia diam saja membiarkan perbuatan ibunya. Sensai nikmat mulai menjalar dari alat kelaminnya. Kemudian dari satu jari berubah jadi dua jari.
“Ohh…oh…yeaaahhh…”
Tapi saat jari ketiga masuk…raut wajah Putri berubah kesakitan.
“Aw sakit bu..udah..buat keluarin jarinya…sakit…”
“Tahan nak…tahan…biar ibu yang ambil keperawanan kamu yah…”
Putri bangkit dari tidurnya dan mencoba mencabut jari ibunya dari guanya.
“Sakit bu…”
“Tahan nakk..entar jadi enak lagi..”
Si ibu menidurkan lagi putrinya, kemudian ia jilat-jilat putingnya agar ia merasa lebih nyaman.
“Owwh…shh…kit…”
Sedikit demi sedikit membran keperawanan Ptri pun robek oleh jemari ibunya.
“AAhh sakit….”
Perlahan rasa sakit itu berubah menjadi enak.
“Mmhhh ahh…ahh…shh….”
Ketiga jari si ibu pun berbalur darah keperawan Putri dan cairan kewanitaannya.
Tiba-tiba hentakan keras penis Dr. Satio menyentuh batas klimaksnya, sehingga si ibu kelojotoan mencapai orgasme.
“Aahhhh…sampai….”
Ia mendorong Dr. Satio agar mencabut penisnya dari lubangnya.
“Saya nanggung bu,” keluh Dr. Sat.
Tanpa menanggapinya, si ibu menyuruh Putri bangun. Putri menuruti perintah ibunya dan ia duduk di pinggir ranjang periksa.
Si ibu berbalik badan dan naik duduk di sebelahnya.
“Putri duduk di pangkuan ibu yuk.”
“Iyah.”
“Lepas tuh CDnya.”
“Iya bu.”
Setelah itu Putri berpindah posisi duduk di atas paha ibunya. Kedua kakinya berada disisi luar kaki ibunya. Vaginanya jadi agak terbuka. Setelah itu ibunya membuka lebar kedua pahanya, sehingga kedua paha Putri juga turut terbuka lebar, mempertontonkan lubang senggamanya.
“Kamu mau diobati Dr. Sat seperti tadi kan?”
Putri memandang batang Dr. Sat yang mengacung dan gak bergerak-gerak dikit. Ia menunduk, lalu mengangguk.
Si ibu memandang ke Dr. Sat, “Tolong obati anak saya juga, dok. Pakai cara yang tadi”
Dada Dr. Sat bergemuruh melihat posisi ibu dan anak itu. Mereka berdua masih memakai jilbab. Si ibu sudah tidak berpakaian, Putri masih lengkap berpakaian, tetapi semuanya sudah disibak.
“Eh..iyah…sebelumnya kalan berdua ciuman dulu biar saliva kalian bercampur di mulut agar bakteri kumannya mati. Si ibu merendahkan kepalanya dan Putri mengadahkan kepalanya ke atas menyamping. Bibir mereka bersentuhan, lalu si ibu melumat bibir putrinya. Ludahnya dipindahkan ke mulut Putri, kemudia dengan lidahnya ia mengaduk-ngaduknya di dalam.
Dr. Satio benar-benar terangsang oleh keduanya, ia pun mendekat sambil mengocok titinya. Ia naik ke anak tangga agar batangnya bisa sejajr dengan lubang Putri. Lalu Blezzzz!
Putri membelalak saat merasakan sebuah benda besar yang panjang menerobos masuk lubang senggamanya.
Ibunya saja merasa Dr. Sat gede banget, apalagi anaknya.
Dr. Sat tidak bisa leluasa mengeluar masukkan batangnya, sebab seret banget, meskipun lubang Putri sudah distimulasi sejak tadi dan basah licin.
Batang Dr. Sat benar-benar tidak bisa masuk penuh, meskipun sudah berusaha didorong. Dr. Sat sampai menganga mulutnya, karena jepitannya luar biasa banget. ia yakin pertahannya tidak akan bisa lama dengan keadaan seperti ini. Ia pun mulai memajumundurkan pantatnya dan bersetubuh dengan Putri.
“Ahh…aahh….shhh…ahhh…”
Kenikamtan yang sama pun juga dirasakan Putri. Lubangnya terasa penuh. Setiap sensor di kemaluannya mendapatkan gesekan penuh dari bendanya Dr. Sat. Apalagi ini pengalaman pertamanya.
“Dr…dr…dr…Praz….shhh…ahh..”
Si ibu pun membuat anaknya makin gak kuasa menahan nikmatnya seks. Tangannya meraba-raba dan memainkan buah dadanya. Putri sudah benar-benar pasrah ia bisa meraskan gelombang klimaks bentar lagi datang. Sesaat ia hendak mencapai orgasme, tiba-tiba…
“AKh…keluar.! Dr. keluar!”
Putri bisa merasakan cairan panas menyembur di lubangnya. Di saat itu juga ia mencapai orgasme. Srrr…Sr…srrr….srr..
“Dr. Aku pipis lagi….”
“Ya bagus itu…”
Keduanya mencapai klimaks bersamaan.
Tak berapa lama setelah itu, kedua nya berpakaian lagi yang lengkap. Mereka kembali ke meja.
“Ok…kalian berdua sudah diberi obat dan disuntik kekebalan, kalau masih belum sembuh datang lagi untuk diadakan pemeriksaan.”
“Baik, dok, terima kasih ya. Ayo Putri bilang apa ke Dr.”
“Terima kasih dok.”
“Iya…lekas sembuh ya…”
“Ngg!..iya”
Ternyata beberapa hari kemudian Putri telah kembali menjadi sehat. Kehebatan pengobatan Dr. Satrio pun semakin terkenal di antara para wanita.
Sementara untuk si ibu itu dan anaknya, mereka berdua pun jadi sering mencolok-colok vagina mereka satu sama lain, untuk meningkatkan kekebalan tubuh mereka dan tetap sehat.
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus