Rencana Besar ISIS Untuk Mengubah Anak-anak Menjadi Pembunuh
London -
Quentin Sommerville saat mewawancarai Mutassim. (BBC)
Peringatan: tulisan ini berisi materi yang bisa mengganggu.
Mutassim gugup. Remaja berusia 16 tahun ini belum pernah naik pesawat. Dia melihat ke sekeliling, ke arah para penumpang yang sedang menunggu keberangkatan di Bandara Athena, Yunani.
Tapi ia kemudian berusaha untuk yakin. Dia meniru saja perilaku para penumpang lain: menyelipkan kartu penerbangan di dalam paspornya dan antri untuk masuk ke dalam pesawat.
Begitu penerbangannya diumumkan, remaja Suriah ini melatih beberapa kalimat bahasa Spanyol yang dia pelajari. Pihak berwenang mungkin mengajukan beberapa pertanyaan karena dia menggunakan paspor Spanyol yang palsu.
Harga paspor itu lebih dari 3.000 euro atau sekitar Rp47 juta, yang dibeli dari jaringan penyelundup yang membantunya ke luar dari Suriah ke Turki dan kini ke Eropa.
Sebulan sebelumnya dia masih di Raqqa, menjadi anggota kelompok yang menamakan diri Negara Islam atau ISIS, dengan penugasan di rumah sakit di kota itu untuk merawat para petempur ISIS maupun melayani pasien.
Tugas sebelumnya adalah di unit propaganda.
Masa kehidupan yang ingin dilupakannya. Serangan udara, jeritan, pemancungan menjadi masa lalu yang harus dirahasiakan untuk memulai babak hidup yang baru di Jerman.
Pihak berwenang tidak boleh sampai mengetahui kalau dia pernah dilatih dan bertugas sebagai Anak Singa kekhalifahan.
Quentin Sommerville saat mewawancarai Mutassim. (BBC)
ISIS sedang dalam awal keambrukan: kelompok militan itu kehilangan wilayah yang sempat dikuasainya di Suriah, Irak, dan Libya. Ambisi untuk membangun kekhalifahan global berantakan.
Tapi kegagalan itu mungkin sudah diperkirakan, atau bahkan diantisipasi. Mereka punya rencana cadangan, sebuah kebijakan yang bisa menjamin kelangsungan hidup jika Raqqa, Sirte, dan Mosul lepas dari cengkraman.
Langkah pertama adalah pembinaan, disusul dengan perekrutan dan kemudian pelatihan untuk menciptakan barisan tentara pejihad anak yang mungkin akan tumbuh dewasa sebagai seorang militan.
Sebuah generasi masa depan penuh kebencian dari ISIS.
Mutassim bukanlah seorang petarung. Saya menemuinya di sebuah kampung kecil di Jerman, tempat tinggalnya. Dia merokok, kebiasaan yang baru dimulainya setelah dia meninggalkan Suriah, karena merokok dilarang ISIS.
Walau kami bertemu pagi hari, dia menawarkan bir kepada saya.
Dia mengaku sudah berhenti bersembahyang dan mengabaikan keyakinannya.
Sebagai orang yang bertugas untuk membantu di rumah sakit, dia juga mengikuti latihan militer yang diwajibkan.
Bagi Mutassim latihan itu berlangsung selama 15 hari dan bagi beberapa orang bisa jadi lebih panjang. Dimulai pukul empat subuh dengan shalat, mereka juga melakukan latihan fisik dan tempur, yang diikuti dengan pelajaran Syariat Islam.
Sebagai bagian dari latihan, mereka diminta berlari di atas ban yang dibakar maupun merangkak di bawah kawat berduri sementara tembakan berdesingan di atas kepala mereka.
Seorang temannya berusia 13 tahun yang berasal dari Ghouta timur di dekat ibukota Damaskus, terkena tembakan di bagian kepalanya dan mati. Pengalaman itu disaksikannya ketika Mutassim belum mencapai 16 tahun.
Banyak kelompok bersenjata di Afrika, Timur Tengah, dan Amerika Selatan yang melatih anak-anak untuk berperang padahal merekrut tentara anak tergolong sebagai kejahatan perang.
Namun tak banyak yang berhasil membuat proses pelatihan itu begitu efisien seperti yang dilakukan ISIS, yang bahkan mengikutkan anak yang baru berusia lima tahun.
Dalam video yang direkam secara rahasia di Raqqa dan diserahkan kepada BBC, anak-anak tampak gembira berkeliling di sebuah kandang. Di dalamnya adalah seorang pria warga kota itu, Samir, yang dulu bekerja sebagai penjaga toko.
Anak-anak menyaksikan Samir, yang duduk berjongkok dengan kepala tertunduk di tengah kandang. Salah seorang anak menyemprotkan sesuatu kepadanya.
Menurut dakwaan yang dikenakan kepadanya, dia melecehkan seorang perempuan Muslim dan mendapat hukuman untuk memberi hiburan kepada anak-anak, selayaknya seekor hewan di kebun binatang.
Namun banyak anak di Raqqa yang menyaksikan hal yang lebih buruk: pemancungan atau eksekusi hukuman mati.
Para militan secara seksama melakukan perekrutan untuk memperjuangan tujuan mereka. Bukan hanya dengan janji-janji keselamatan dan surgawi tapi juga berkaitan dengan kepentingan duniawi.
Hidup bersama ISIS bisa jadi berat dan berbahaya, namun bukan tanpa imbalan.
Bagi Mutassim, imbalannya adalah seorang istri, begitulah janjinya. Pada usia 14,5 tahun, dia amat ingin untuk menikah namun keluarganya tidak setuju dan di sinilah ISIS masuk.
Dia boleh hidup bersama para pria dewasa ISIS, memberinya tanggung jawab sebagaimana orang dewasa, melatihnya untuk menyetir dan dijanjikan akan mendapat istri.
Menurut Mutassim, sekitar 70% kaum muda yang bergabung dengan kelompok radikal itu memiliki masalah keluarga. "Mereka menggunakannya untuk menekan keluarga mereka, jadi apakah memenuhi permintaan menikah dan kalau tidak, mereka akan bergabung dengan kelompok itu."
Dengan semakin sengitnya perang , kehidupan di Raqqa semakin sulit dan Mutassim berbaikan dengan keluarganya, yang mendesaknya untuk meninggalkan Suriah. Mereka membayar penyelundup untuk membawanya ke luar.
Di perbatasan selatan Turki, saya bertemu dengan penyelundup yang mengatur Mutassim ke luar dari Suriah: Abu Jasen, yang juga berasal dari Raqqa dan mengenal baik keluarga Mutassim.
Dia sudah menyelundupkan ratusan pengungsi dan pembelot. Namun bagaimana dia tahu kalau Mutassim bukan lagi pendukung ISIS? Karena hubungan dengan keluarganya.
"Jika datang sendirian ke saya, saya tidak akan percaya. Bisa jadi dia anak yang sudah dicuci otaknya oleh kelompok itu dan ingin mengetahui jaringan saya. Tapi saya kenal keluarganya."
Rekaman rahasia tentang penyeberangan pada malam hari ke Turki yang diberikan kepada BBC memberikan gambaran tentang perjuangan yang dialami Mutassim. Dengan menghindari menara pengawas dan lampu sorot, sekelompok warga Suriah berhasil melintasi pos perbatasan Turki.
KisahOmar
Mutassim jelas tidak sendirian.
Remaja lainnya -yang pernah bertugas di kekhalifahan di Suriah dan juga di Mosul, Irak- menyeberang ke Belgia.
Omar berusia 17 tahun namun dengan mudah bisa dianggap jauh lebih muda, kecuali Anda melihat ke matanya, yang letih tapi angker. Dia ingin tampil sebagai pria yang tangguh dan masih suka berlagak karena pernah dikirim berperang oleh ISIS.
Omar bersama seorang perempuan bergaya, untuk difoto. (BBC)
Dia tinggal di Belgia dan sudah tiga kali diusir dari penginapan untuk pengungsi karena sulit diatur. Dia tampak seperti orang yang sulit didekati dan dibutuhkan waktu berbulan-bulan sebelum dia menceritakan kisah hidupnya, dan walau ada yang dilebih-lebihkan, gambaran tentang kekerasan muncul juga.
Sambil minum bir rasa buah, dia mulai bercerita tentang ISIS, namun jawabannya diatur dengan hati-hati. Walau dia anak yang berani, namun segera terungkap bahwa sebagian besar waktunya di ISIS merupakan kegagalan.
Dia juga berasal dari Raqqa, bekerja di bengkel, dan bergabung dengan ISIS sejak masa-masa awal.
Setelah latihan dua pekan di Raqqa, dia dikirim ke Mosul sebagai bagian dari upaya ISIS untuk memperkuat barisan di kota itu dan tinggal di sebuah rumah selama sepekan.
"Kami sama sekali tidak ke luar dari rumah itu dan mereka meminta kami tidak membuka pintu untuk siapapun."
Mosul mengecewakan karena mereka bertemu dengan warga Suriah lain yang sudah berada di kota itu selama dua tahun lebih dan pada saat itu sama sekali tidak mendapat hari libur.
Para warga Suriah tersebut juga berada di medan perang tak henti-hentinya namun hanya mendapat yoghurt, roti, dan kurma.
"Mereka menghabiskan waktu 24 jam tanpa makanan apapun. Tidak ada perhatian khusus untuk mujahidin. Saya dikatakan pada masa pelatihan Syaiah, makanan adalah kentang rebus dan telur untuk sarapan, makan siang dan makan malam serta kadang minyak zaitun dengan Zaatar."
Belakangan Omar tidak berhasil menjadi petarung seperti yang diharapkannya.
Dia dikeluarkan dari Jaysh al Khilafa atau tentara kakhalifahan karena tidak menghadiri kelas pengenalan dengan baik. Dia masih berupaya untuk bergabung dengan brigade pembuat bom tapi juga ditolak.
Akhirnya dia ditugaskan sebagai mata-mata, yang tergolong tugas rendahan untuk mengawasi para warga Kurdi, perokok, dan orang-orang yang memiliki senjata gelap. Dia mendapat bayaran uang tunai setiap menyampaikan informasi penting.
Hari-harinya di kekhalifahan agaknya semakin dekat dan mencapai akhir ketika seorang pejuang ISIS dari Aljazair menjadikan dia sebagai sasaran dengan menuduh dia merokok. Waktu itu sudah larut malam dan si pejuang memaksa Omar masuk ke bagian kursi belakang mobil dan memerkosanya.
Namun Omar tak berani melaporkan pemerkosaan itu.
"Saya amat ketakutan dan dia berkuasa, dia bisa menuduh saya apa saja dan membawa saya ke kantor polisi," kenang Omar, yang kemudian memutuskan untuk pergi.
Dia mengaku selamat karena 'pacar'-nya, seorang perempuan yang lebih tua, memberinya uang.
Omar menegaskan dia bukan ancaman bagi orang Eropa, "Mereka dulu musuh saya namun sekarang saya tinggal di tengah mereka, makan, dan minum bersama mereka. Mereka menerima saya dan memberi perhatian pada saya."
Dalam waktu beberapa bulan, BBC menemukan sedikitnya tiga mantan tentara anak ISIS yang tinggal di Eropa. Mereka tidak mau diwawancarai. Kami juga mendekati Kepolisian Eropa, Europol, untuk menanyakan beberapa kasus namun tidak mendapat komentar.
KurikulumISIS
ISIS tidak hanya merekrut anak-anak untuk bertempur di medan perang namun untuk masuk lebih dalam ke masyarakat, ke dalam rumah, ruang kelas, dan benak anak-anak muda.
Begitu seorang anak memasuki usia lima tahun, mereka diperkenalkan dengan kosa kata tentang permusuhan dan kekejaman, seperti terungkap dalam buku-buku sekolah. Mereka menjadi Anak-anak Kekhalifahan dan proses untuk menjadi mujahidin atau 'pejuang suci' sudah dimulai.
Kementerian pendidikan menginstruksikan para guru untuk menanamkan 'pendidikan kasih sayang' dengan merujuk kebajikan dari nabi seperti 'memaafkan, kesabaran, keberanian, kekuatan, bersandar pada Allah dan seruan berjihad atas nama Allah.' Mereka juga didesak untuk 'menyuntikkan semangat melalui puisi kuat yang menteror musuh-musuh Islam.
Maka anak-anak itu belajar puisi yang sederhana namun mengandung kekerasan, yang memuja jihad dan kematian demi Allah.
Ada dekrit pertama yang dikeluarkan oleh kementerian pendidikan kekhalifahan yang baru, yaitu melarang pelajaran musik, pelajaran tata negara, sejarah, olahraga dan materi pelajaran Islam yang disusun pemerintah Suriah.
Sebagai penggantinya adalah doktrin jihad ISIS dan buku tentang Syariah Islam.
Bulan Juli 2014, Mosul jatuh ke tangan ISIS dan kekhalifahan diproklamasikan.
"Mereka mulai dengan serius pada musim gugur 2014, Diwan (kementerian pendidikan) merekrut para ahli yang setia dan sejalan ideologinya sepanjang musim panas," kata Yousef, seorang guru yang mengalami masa-masa itu, kepada BBC.
Kurikulum ISIS akhirnya diluncurkan pada tahun pelajaran 2015-2016. Anak-anak masuk sekolah pada usia lima tahun dan tamat 15 tahun, mengurangi masa empat tahun masa sekolah yang biasa.
Para murid mendapat 12 subyek pelajaran namun ditingkatkan dengan doktrin Negara Islam ISIS dan pandangannya atas dunia. Jihad dilembagakan dengan memperlakukan semua orang di luar perbatasan kekhalifahan sebagai musuh.
Sepanjang tahun-tahun pertama -khususnya melalui pelajaran membaca bahasa Arab- murid terus diingatkan tentang adanya musuh yang bertekad untuk 'menodai' martabat orang Islam.
Yousef -seorang guru yang pernah mengalami masa-masa ISIS- menuturkan kisahnya kepada wartawan BBC. (BBC)
Musuh tersebut adalah Rawafidh (Syi'ah), Murtadin (orang-orang murtad, orang Sunni yang tidak mengikuti doktrin ISIS), orang-orang Safawi (Iran), Tentara Salib (Barat), Aliansi Yudeo-Kristen (Tentara koalisi di Suriah dan Irak), PBB dan Toghut (penguasa yang tidak mengikuti syariah). Sejak usia dini, ISIS mengindoktrinasi anak-anak muda dengan keharusan jihad melawan orang-orang kafir dan murtad: mereka harus dibasmi.
Tapi pertama-tama, mereka menegaskan prioritas dengan jelas. Buku Hadist untuk siswa kelas satu, misalnya, menampilkan foto pemimpin ISIS Abu Bakar al-Baghdadi yang dipasang di atas foto-foto para petarung ISS dalam sebuah lingkaran, dengan senjata diacungkan -posisi yang dikenal sebagai posisi baiat bersetia kepada sang kalifah.
Dalam kitab-kitab pengajaran Islam, ISIS mengingatkan para guru tentang apa yang dipertaruhkan.
Buku-buku juga dijejali dengan ajaran Ibnu Taymiyah yang kontroversial dan Ibn Al-Qayyim, para ilmuwan abad pertengahan yang tulisannya menjadi fondasi ideologi Islam ultrakonservatif dan ideologi Salafi Jihadis. Naskah itu mengungkapkan bahwa anak-anak dari usia enam sampai 11 tahun berulang kali dipapar konsep seperti Al-Wala dan Al-Bara, yaitu mengasihi orang-orang yang mencintai Allah dan membenci orang-orang yang tidak mencintai Allah serta perlunya berjihad.
Tapi mungkin, sebagian besar subversi ISIS yang paling Machiavellian dapat dilihat dalam cara mereka mengajarkan Alquran. ISIS menginstruksikan agar para guru mengajarkan ayat-ayat Alquran yang dihubungkan dengan konsep jihad lain. Terkadang mereka bahkan diberikan nomor halaman dan referensi yang pasti.
"Siapkanlah ayat-ayat ini untuk mengajari murid-murid Anda bahwa tujuan jihad demi Allah bagi orang beriman adalah kemenangan atas orang-orang kafir atau sebaliknya mati di jalan Allah," begitulah salah satu instruksinya.
Pada saat studi utama mereka selesai, ada kemungkinan praktik sistematis ini membuat anak menghubungkan, atau bahkan mungkin mencampur-adukkan doktrin ISIS dan Alquran. Akibatnya, anak-anak menganggap umat Muslim lain, yang tidak mengikuti doktrin yang sama, adalah orang murtad.
Dampak dari kurikulum semacam itu pada anak-anak dapat dilihat di sebuah video propaganda ISIS berjudul Melatih Para Calon Anak Singa.
"Siapa emirmu?" tanya narator.
"Abu Bakr al-Baghdadi," jawab Abdullah, bocah Kazakstan yang tampan, umurnya mungkin tidak lebih dari 10 tahun.
"Apa yang kamu inginkan di masa depan, Insya Allah?"
"Aku akan menjadi orang yang membunuhmu, wahai orang-orang kafir, aku akan menjadi seorang mujahid. Insya Allah."
Tiga bulan kemudian, Abdullah kembali dalam sebuah video lain dengan mengacungkan pistol dan mengeksekusi dua terduga mata-mata. Seorang bocah polos yang diindoktrinasi sudah dipersenjatai, dan menjadi korban dari rekrutmen.
Ada pula bahan bacaan lanjutan yang dimaksudkan untuk menarik anak-anak muda yang membacanya agar menjadi tentara khilafah. Contohnya, seorang anak bertanya kepada ayahnya tentang orang-orang bersenjata yang dia lihat di masjid setempat.
"Mereka datang dari seluruh dunia... untuk melindungi kekhalifahan dan melawan orang-orang kafir, murtad, dan Rawafidh," kata sang ayah.
"Saya ingin menjadi salah satu dari mereka, ayah," jawab si anak dengan muka berseri-seri.
"Dan engkau akan menjadi salah seorang dari mereka. Kita akan menunggu sampai engkau tumbuh besar menjadi seorang pejuang, menyebarkan agama Allah dan membela umat Islam," jawab sang ayah.
Dan begitulah, perjalanan seorang bocah ISIS dalam pembelajaran dasar pun berakhir.
Status masa depannya yang paling bagus mungkin digambarkan di sampul buku bacaan ISIS untuk anak usia 11 tahun. Buku itu menampilkan seorang anak yang menyandang senapan di atas bahunya: ia mulai melakukan perjalanan yang kelabu serta berkabut dan kemungkinan besar mengarah ke kobaran perang, tempat tekadnya tertempa atau hancur.
Silakan menyimak versi aslinya, dalam penampilan daring yang berbeda, lengkap dengan video, (FAY)
Post A Comment:
0 comments: