Seks Wanita Hyper Seks
CERITA HOT168-Aku punya seorang tetangga yang tinggal di seberang rumah. Namanya Ana, dan kupanggil Ci Ana, sebab ia seorang wanita keturunan Chinese. Sebetulnya aku tidak suka pada gaya dan tutorial nasibnya yang menurutku ‘ngegampangin’ apa-apa. Ia suka memandang ringan pada semua hal. Termasuk hubungan dengan tetangga kurang lebihnya. Ci Ana ini telah menikah dan punya anak satu, Rachel namanya.
Wanita tetanggaku ini terbukti orang yang bertipe mudah berteman dan ia gampang bersahabat dengan siapa saja, termasuk dengan isteriku, Rini. Kadang aku muak bila Ci Ana ini tidak jarang terbuktigil orang dari kejauhan seperti terbuktigil seekor anjing.
Tapi tidak apalah, pikirku, mungkin udah sehingga kebiasaannya. Kalo denganku, aku sengaja tidak mau akrab. Entah kenapa. Mungkin sebab aku tidak mau berteman dengan sembarang orang atau sebab terbukti aku tidak suka dengan tetanggaku yang termasuk baru pindah kurang lebih dua bulan yang lalu itu.
Kurang lebih seminggu yang lalu, saat hendak pergi ke kantor aku tanpa sengaja menengadah dan memperhatikan seseorang berlangsung mendekati isteriku yang bakal naik mobil kami. Kebetulan saat itu aku telah ada dalam mobil dan hendak menginjak pedal gas. Nyatanya si Ci Ana.
Kebetulan ia hendak pergi ke arah yang berlawanan. Waktu lewat, kulihat ia mengenakan kaos hadiah dari produk cat “CATYLAC” dengan tulisan merah dan kaosnya itu amat tipis dengan warna dasar putih. Wah.. Buah dadanya itu lho. Tidak kusangka ia punya payudara yang besar. Kayaknya lebih besar dari punya isteriku.
Sepanjang perjalanan ke kantor, badanku terasa panas dingin memikirkan payudaranya itu. Oh.. andaikata aku punya peluang.. aku ingin tidur dengannya.. atau paling tidak kalo dirinya tidak mau, aku bakal memaksanya. Aku ingin menikmati payudaranya.
Orangnya terbukti cantik, tinggi dan putih. Meski berkacamata, bisa kulihat wanita itu kelihatannya mempunyai gairah seks yang tinggi seperti hiperseks. Entah hanya khayalanku saja atau terbukti dirinya hiperseks. Rupanya peluang itu akhirnya datang juga.
Dua hari yang lalu, saat lingkungan tempat tinggal kita sedang sepi, terjadilah faktor yang tidak kusangka-sangka. Saat aku pulang beristirahat pada kurang lebih pukul dua belas, seseorang wanita terbuktigilku. Waktu itu aku hendak menutup dan mengunci pintu psupaya.
“Win..! Sini bentar, Win.”
Nyatanya Ci Ana. Kudekati dirinya di pintu psupaya rumahnya lalu aku bertanya padanya dengan hati dag-dig-dug tidak karuan.
“Ada apa Ci?”
Sambil membuka pintu psupaya ia menjawab, “Masuklah dulu.. ada sesuatu yang hendak aku bicarakan..”
Tanpa bertanya lebih lanjut, aku mengikutinya masuk ke dalam rumah (pastinya seusai psupaya itu aku tutup dan kunci). Di ruang tamu, aku kemudian duduk dengan perasaan deg-degan. Sementara ia berlangsung masuk ke kamarnya. Berbagai menit kemudian ia timbul dengan mengangkat suatu kotak berkapasitas sedang.
“Aku mau tanya ini, Win.. kalian ‘kan pintar bahasa Inggris. Terjemahin ya, untuk aku. Kotak ini isinya kalian lihat sendiri aja deh..” ujarnya dengan wajah bersemu merah. Entah kenapa.
Kuraih kotak dan kertas yang berisi petunjuk mengenai tutorial penggunaan benda di dalamnya. Kotaknya terbukti tetap terbungkus rapih. Saat kubuka bungkusnya, aku kaget bukan kepalang. Tidak pikir benda apa, eh tidak tahunya itu alat kelamin pria atau penis palsu terbuat dari seperti plastik yang bisa digerakkan sesuai dengan kemauan penggunanya. Alat itu wajib memakai arus listips. Seusai kubaca petunjuknya, lalu kujelaskan pada Ci Ana.
“Ci.. daripada Cici pakai alat ini, mendingan pake yang aslinya aja gimana.. Maaf, Ko Teddy (nama suaminya) ‘kan tentu mau tiap malam..” jawabku sambil memandangnya.
“Wah, Win.. dirinya jangan diharapin deh.. pulang malam semakin.. Datang-datang pengennya tidur aja.. sehingga gimana mau meperbuat hubungan intim, Win.. sementara wanita kayak aku ‘kan perlu dicukupin juga dong keperluan biologisnya..” jawabnya enteng tetapi wajahnya tetap terkesan bersemu merah. Ia pun tertunduk seusai itu.
“Gimana kalo.. aku aja yang mencoba memuaskan Ci Ana..?” tanyaku tiba-tiba.
Aku tidak percaya dengan suaraku sendiri. Beraninya aku mengatakan begitu pada wanita tetangga yang telah bersuami. Bisa repot nih jadinya.
“Apa kalian bilang? Enak aja kalian ngomong. Emang kalian mau dilemparin tetangga lain. Berselingkuh seperti itu nggak boleh tahu..!” jawab Ci Ana dengan nada tinggi.
Baru kini aku menontonnya sangatlah marah. Rugi juga jadinya. Berbagai lama kita pun berdiam diri. Lalu Ci Ana bangkit dari duduknya dan sepertinya ia hendak mengambilkan minum untukku.
“Nggak usah repot-repot, Ci.. Sebentar lagi juga aku pulang..” ujarku mencoba merebut kembali hatinya.
Tidak kusangka ia malah membalas, “Ngaco.. siapa yang mau ngambilin minum buat kamu.. aku mau minum sendiri kok.. Udah sana, pulang aja. Dan terima kasih udah terjemahin petunjuk alat itu..” jawabnya tetap dengan nada ketus.
Aku pun bangkit dari dudukku. Tetapi saat aku hendak berlangsung keluar, tiba-tiba timbul ide jahatku. Dengan berlangsung berjingkat-jingkat, kuikuti ke arah mana si Ci Ana berlangsung. Rupanya ia menuju kamar tidurnya. Kebetulan jalan menuju pintu kamar, dibatasi oleh korden.
Aku pun bersembunyi dibalik korden itu. Untunglah ia tidak menutup pintu kamar itu sama sekali. Kulihat ia membelakangiku, lalu pelan-pelan luar biasa kaos ketatnya ke atas dan menurunkan celana panjangnya. Rupanya ia mau mandi.
Lalu perlahan-lahan kudekati pintu kamar itu. Ci Ana mulai membuka BH dan celana dalamnya yang berwarna krem. Kemudian ia meraih jubah mandinya yang tergeletak di tempat tidur. Sebelum ia sempat menutupi tubuhnya yang telanjang, aku segera berlari dan menubruknya. Buk..! Ia terjatuh dengan keras ke tempat tidurnya yang besar.
“Aduh..! Lepaskan..! Win.., kok kalian belum pulang, hah..? Mau apa kamu..?” ujarnya kaget setengah mati.
“Aku mau buktikan bahwa alat punyaku lebih luar biasa dari penis buatan itu, Ci..” jawabku dengan tegas.
“Nggak.. nggak mau.. kelak kalo suamiku pulang gimana..?” tanyanya lagi dengan nada ketus.
Sebab telah berada di atas tubuhnya yang telanjang, tanpa buang waktu lagi, aku mengangkangkan kakinya, dan terkesanlah celah vaginanya yang berwarna merah muda. Dengan cepat kumasukkan jari tengahku ke dalamnya.
Ci Ana perlahan-lahan mengendurkan perlawanannya. Dari tadi ia semakin mendorongku supaya aku segera terjatuh dari tempat tidur. Kepalanya mulai bergerak ke sana kemari. Aku langsung mengincar buah dadanya yang besar dan padat. Putingnya kuhisap dan kujilat. Kanan dan kiri.. kanan dan kiri.
Suara tanda ia mulai terangsang mulai terdengar.
“Ah.. ah.. ah..” erangnya.
“Masukkan kini Win.. aku telah tidak tahan lagi.” ujarnya di tengah-tengah kenikmatan yang ia alami.
“Tapi kontolku belum tegang, Ci.. dihisap, ya..!” ujarku sambil menyodorkan senjataku ke mulutnya.
Kebetulan mulutnya sedang terbuka. Kaget juga jadinya dia. Aku memaju mundurkan batang kemaluanku ke dalam mulutnya. Luar biasa hisapan mulutnya. Mesikipun punyaku sehingga basah, tetapi senjata andalanku itu langsung mengeras. Segera kutarik dari mulutnya. Sebetulnya, Ci Ana tidak rela melepaskan senjataku dari hisapan mulutnya. Ia mungkin ingin semakin mengulumnya hingga air maniku muncrat ke dalam mulut dan kerongkongannya.
Berbagai menit kemudian, aku menyibak rambut kemaluannya yang tebal dan hitam. Bibir kemaluannya kusingkap dengan perlahan. Seusai mengenal persis letak celah senggamanya, kuarahkan penisku ke sana, dan dengan sekali hujaman, amblaslah penisku ke celah surga dunia itu.
Aku semakin menghujamkan senjataku. Maju-mundur-maju-mundur.., bless.. ceplak.. cepluk.. terbukti lain rasanya bila bersetubuh dengan wanita yang telah sempat melahirkan. Sepertinya penisku tidak menghadapi halangan berarti. Sementara Ci Ana mulai bereaksi dengan menggerakkan pantatnya dengan cara memutar. Senjataku seperti dikocok-kocoknya dalam vaginanya.
Telah lima belas menit, tetapi pertarungan birahi kita belum juga usai. Kita pun kemudian berganti posisi. Ci Ana kini dengan posisi menungging. Aku bersiap menusuknya dari belakang. Kuarahkan senjataku ke mulut kemaluannya sekali lagi. Sementara tangan kanannya membuka mulut vaginanya dengan lebar.
Bless.. bless.. bles.., penisku masuk dengan lancar dan pasti. Tangan kananku meraih pinggangnya, sementara tangan kiriku memain-mainkan payudara kirinya. Tampak kepalanya menengadah setiap kali tusukanku kuulangi. Tiba-tiba ia menjerit sambil kedua tangannya memegang kepala ranjang dengan kuat.
“Ah.. ah.. ah.. ah..!” rupanya ia orgasme, tetapi aku belum juga mencapai puncak. Terbukti aku cukup perkasa hari ini.
Berbagai menit berlalu.
Ci Ana akhirnya bilang, “Win, kalian tiduran sok.. aku yang aktif sekarang.. biar sama-sama dong orgasmenya.”
Seusai aku berbaring, ia yang hiperseks meraih penisku yang amat keras dan tegak dan dihisapnya sambil jongkok di sebelah kananku. Ia juga menjilat dan mengulum batanganku. Duh.. duh.. duh.. seperti melayang di awan-awan aku dibuatnya.
“Wah, sebentar lagi kalau kusemakinkan bisa-bisa aku nyemprotin mani di mulutnya nih.” pikirku.
Lalu buru-buru aku menyuruhnya duduk di atas penisku. Ia pun memegang penisku dan dengan pelan-pelan duduk di atasnya sambil mengarahkan ke bibir vaginanya. Dan.. bles.. jeb.. bless.. jeb! Kulihat penisku seperti tenggelam dalam vaginanya.
Aku hanya bisa merem melek jadinya. Ci Ana semakin saja bergerak ke sana kemari. Naik-turun, kanan-kiri dan seusai berbagai saat ia meperbuatnya, aku merasakan ada sesuatu yang bakal meledak dalam tubuhku. Segera saja aku bangkit sambil memeluk tubuhnya yang tetap ada di atas selangkanganku.
“Ah.. ah.. ah.. ah.. crot..! Crot! Crot! Crot..! Crot..!” setidak sedikit sembilan kali semprotan maniku masuk ke dalam vaginanya.
Setelah itu kita tiduran sebab kelelahan. Ci Ana si hiperseks tetap memeluk tubuhku.
“Win, aku sebetulnya telah lama ingin berhubungan intim denganmu.. aku tahu kau punya senjata yang hebat. Jauh lebih luar biasa dari suamiku yang loyo. Cuma aku belum memperoleh peluang untuk itu. Makanya aku pancing kau dengan alat penis buatan itu. Sehingga jangan marah ya. Tadi aku bersuara ketus seakan-akan menolak kalian hanya permainan saja.
Aku mau tahu seberapa tahan kalian menonton tubuh wanita sepertiku. Makanya aku tadi tidak menutup pintu kamar. Sebab kutahu tentu kalian belum pulang dan kalian tidak bakal pulang sebelum kalian bisa menaklukkanku..” ujarnya tiba-tiba sambil tangannya membelai pelan penis kebanggaanku yang telah mulai mengecil.
Tidak kusangka ia mengatakan itu. Terbukti benar dugaanku. Nyatanya Ci Ana terbukti hiperseks. Ia mau dengan siapa saja dan kapan saja memuaskan hasrat seksnya yang menggebu-gebu. Duh gusti, enaknya punya tetangga seperti dia.
Wanita tetanggaku ini terbukti orang yang bertipe mudah berteman dan ia gampang bersahabat dengan siapa saja, termasuk dengan isteriku, Rini. Kadang aku muak bila Ci Ana ini tidak jarang terbuktigil orang dari kejauhan seperti terbuktigil seekor anjing.
Tapi tidak apalah, pikirku, mungkin udah sehingga kebiasaannya. Kalo denganku, aku sengaja tidak mau akrab. Entah kenapa. Mungkin sebab aku tidak mau berteman dengan sembarang orang atau sebab terbukti aku tidak suka dengan tetanggaku yang termasuk baru pindah kurang lebih dua bulan yang lalu itu.
Kurang lebih seminggu yang lalu, saat hendak pergi ke kantor aku tanpa sengaja menengadah dan memperhatikan seseorang berlangsung mendekati isteriku yang bakal naik mobil kami. Kebetulan saat itu aku telah ada dalam mobil dan hendak menginjak pedal gas. Nyatanya si Ci Ana.
Kebetulan ia hendak pergi ke arah yang berlawanan. Waktu lewat, kulihat ia mengenakan kaos hadiah dari produk cat “CATYLAC” dengan tulisan merah dan kaosnya itu amat tipis dengan warna dasar putih. Wah.. Buah dadanya itu lho. Tidak kusangka ia punya payudara yang besar. Kayaknya lebih besar dari punya isteriku.
Sepanjang perjalanan ke kantor, badanku terasa panas dingin memikirkan payudaranya itu. Oh.. andaikata aku punya peluang.. aku ingin tidur dengannya.. atau paling tidak kalo dirinya tidak mau, aku bakal memaksanya. Aku ingin menikmati payudaranya.
Orangnya terbukti cantik, tinggi dan putih. Meski berkacamata, bisa kulihat wanita itu kelihatannya mempunyai gairah seks yang tinggi seperti hiperseks. Entah hanya khayalanku saja atau terbukti dirinya hiperseks. Rupanya peluang itu akhirnya datang juga.
Dua hari yang lalu, saat lingkungan tempat tinggal kita sedang sepi, terjadilah faktor yang tidak kusangka-sangka. Saat aku pulang beristirahat pada kurang lebih pukul dua belas, seseorang wanita terbuktigilku. Waktu itu aku hendak menutup dan mengunci pintu psupaya.
“Win..! Sini bentar, Win.”
Nyatanya Ci Ana. Kudekati dirinya di pintu psupaya rumahnya lalu aku bertanya padanya dengan hati dag-dig-dug tidak karuan.
“Ada apa Ci?”
Sambil membuka pintu psupaya ia menjawab, “Masuklah dulu.. ada sesuatu yang hendak aku bicarakan..”
Tanpa bertanya lebih lanjut, aku mengikutinya masuk ke dalam rumah (pastinya seusai psupaya itu aku tutup dan kunci). Di ruang tamu, aku kemudian duduk dengan perasaan deg-degan. Sementara ia berlangsung masuk ke kamarnya. Berbagai menit kemudian ia timbul dengan mengangkat suatu kotak berkapasitas sedang.
“Aku mau tanya ini, Win.. kalian ‘kan pintar bahasa Inggris. Terjemahin ya, untuk aku. Kotak ini isinya kalian lihat sendiri aja deh..” ujarnya dengan wajah bersemu merah. Entah kenapa.
Kuraih kotak dan kertas yang berisi petunjuk mengenai tutorial penggunaan benda di dalamnya. Kotaknya terbukti tetap terbungkus rapih. Saat kubuka bungkusnya, aku kaget bukan kepalang. Tidak pikir benda apa, eh tidak tahunya itu alat kelamin pria atau penis palsu terbuat dari seperti plastik yang bisa digerakkan sesuai dengan kemauan penggunanya. Alat itu wajib memakai arus listips. Seusai kubaca petunjuknya, lalu kujelaskan pada Ci Ana.
“Ci.. daripada Cici pakai alat ini, mendingan pake yang aslinya aja gimana.. Maaf, Ko Teddy (nama suaminya) ‘kan tentu mau tiap malam..” jawabku sambil memandangnya.
“Wah, Win.. dirinya jangan diharapin deh.. pulang malam semakin.. Datang-datang pengennya tidur aja.. sehingga gimana mau meperbuat hubungan intim, Win.. sementara wanita kayak aku ‘kan perlu dicukupin juga dong keperluan biologisnya..” jawabnya enteng tetapi wajahnya tetap terkesan bersemu merah. Ia pun tertunduk seusai itu.
“Gimana kalo.. aku aja yang mencoba memuaskan Ci Ana..?” tanyaku tiba-tiba.
Aku tidak percaya dengan suaraku sendiri. Beraninya aku mengatakan begitu pada wanita tetangga yang telah bersuami. Bisa repot nih jadinya.
“Apa kalian bilang? Enak aja kalian ngomong. Emang kalian mau dilemparin tetangga lain. Berselingkuh seperti itu nggak boleh tahu..!” jawab Ci Ana dengan nada tinggi.
Baru kini aku menontonnya sangatlah marah. Rugi juga jadinya. Berbagai lama kita pun berdiam diri. Lalu Ci Ana bangkit dari duduknya dan sepertinya ia hendak mengambilkan minum untukku.
“Nggak usah repot-repot, Ci.. Sebentar lagi juga aku pulang..” ujarku mencoba merebut kembali hatinya.
Tidak kusangka ia malah membalas, “Ngaco.. siapa yang mau ngambilin minum buat kamu.. aku mau minum sendiri kok.. Udah sana, pulang aja. Dan terima kasih udah terjemahin petunjuk alat itu..” jawabnya tetap dengan nada ketus.
Aku pun bangkit dari dudukku. Tetapi saat aku hendak berlangsung keluar, tiba-tiba timbul ide jahatku. Dengan berlangsung berjingkat-jingkat, kuikuti ke arah mana si Ci Ana berlangsung. Rupanya ia menuju kamar tidurnya. Kebetulan jalan menuju pintu kamar, dibatasi oleh korden.
Aku pun bersembunyi dibalik korden itu. Untunglah ia tidak menutup pintu kamar itu sama sekali. Kulihat ia membelakangiku, lalu pelan-pelan luar biasa kaos ketatnya ke atas dan menurunkan celana panjangnya. Rupanya ia mau mandi.
Lalu perlahan-lahan kudekati pintu kamar itu. Ci Ana mulai membuka BH dan celana dalamnya yang berwarna krem. Kemudian ia meraih jubah mandinya yang tergeletak di tempat tidur. Sebelum ia sempat menutupi tubuhnya yang telanjang, aku segera berlari dan menubruknya. Buk..! Ia terjatuh dengan keras ke tempat tidurnya yang besar.
“Aduh..! Lepaskan..! Win.., kok kalian belum pulang, hah..? Mau apa kamu..?” ujarnya kaget setengah mati.
“Aku mau buktikan bahwa alat punyaku lebih luar biasa dari penis buatan itu, Ci..” jawabku dengan tegas.
“Nggak.. nggak mau.. kelak kalo suamiku pulang gimana..?” tanyanya lagi dengan nada ketus.
Sebab telah berada di atas tubuhnya yang telanjang, tanpa buang waktu lagi, aku mengangkangkan kakinya, dan terkesanlah celah vaginanya yang berwarna merah muda. Dengan cepat kumasukkan jari tengahku ke dalamnya.
Ci Ana perlahan-lahan mengendurkan perlawanannya. Dari tadi ia semakin mendorongku supaya aku segera terjatuh dari tempat tidur. Kepalanya mulai bergerak ke sana kemari. Aku langsung mengincar buah dadanya yang besar dan padat. Putingnya kuhisap dan kujilat. Kanan dan kiri.. kanan dan kiri.
Suara tanda ia mulai terangsang mulai terdengar.
“Ah.. ah.. ah..” erangnya.
“Masukkan kini Win.. aku telah tidak tahan lagi.” ujarnya di tengah-tengah kenikmatan yang ia alami.
“Tapi kontolku belum tegang, Ci.. dihisap, ya..!” ujarku sambil menyodorkan senjataku ke mulutnya.
Kebetulan mulutnya sedang terbuka. Kaget juga jadinya dia. Aku memaju mundurkan batang kemaluanku ke dalam mulutnya. Luar biasa hisapan mulutnya. Mesikipun punyaku sehingga basah, tetapi senjata andalanku itu langsung mengeras. Segera kutarik dari mulutnya. Sebetulnya, Ci Ana tidak rela melepaskan senjataku dari hisapan mulutnya. Ia mungkin ingin semakin mengulumnya hingga air maniku muncrat ke dalam mulut dan kerongkongannya.
Berbagai menit kemudian, aku menyibak rambut kemaluannya yang tebal dan hitam. Bibir kemaluannya kusingkap dengan perlahan. Seusai mengenal persis letak celah senggamanya, kuarahkan penisku ke sana, dan dengan sekali hujaman, amblaslah penisku ke celah surga dunia itu.
Aku semakin menghujamkan senjataku. Maju-mundur-maju-mundur.., bless.. ceplak.. cepluk.. terbukti lain rasanya bila bersetubuh dengan wanita yang telah sempat melahirkan. Sepertinya penisku tidak menghadapi halangan berarti. Sementara Ci Ana mulai bereaksi dengan menggerakkan pantatnya dengan cara memutar. Senjataku seperti dikocok-kocoknya dalam vaginanya.
Telah lima belas menit, tetapi pertarungan birahi kita belum juga usai. Kita pun kemudian berganti posisi. Ci Ana kini dengan posisi menungging. Aku bersiap menusuknya dari belakang. Kuarahkan senjataku ke mulut kemaluannya sekali lagi. Sementara tangan kanannya membuka mulut vaginanya dengan lebar.
Bless.. bless.. bles.., penisku masuk dengan lancar dan pasti. Tangan kananku meraih pinggangnya, sementara tangan kiriku memain-mainkan payudara kirinya. Tampak kepalanya menengadah setiap kali tusukanku kuulangi. Tiba-tiba ia menjerit sambil kedua tangannya memegang kepala ranjang dengan kuat.
“Ah.. ah.. ah.. ah..!” rupanya ia orgasme, tetapi aku belum juga mencapai puncak. Terbukti aku cukup perkasa hari ini.
Berbagai menit berlalu.
Ci Ana akhirnya bilang, “Win, kalian tiduran sok.. aku yang aktif sekarang.. biar sama-sama dong orgasmenya.”
Seusai aku berbaring, ia yang hiperseks meraih penisku yang amat keras dan tegak dan dihisapnya sambil jongkok di sebelah kananku. Ia juga menjilat dan mengulum batanganku. Duh.. duh.. duh.. seperti melayang di awan-awan aku dibuatnya.
“Wah, sebentar lagi kalau kusemakinkan bisa-bisa aku nyemprotin mani di mulutnya nih.” pikirku.
Lalu buru-buru aku menyuruhnya duduk di atas penisku. Ia pun memegang penisku dan dengan pelan-pelan duduk di atasnya sambil mengarahkan ke bibir vaginanya. Dan.. bles.. jeb.. bless.. jeb! Kulihat penisku seperti tenggelam dalam vaginanya.
Aku hanya bisa merem melek jadinya. Ci Ana semakin saja bergerak ke sana kemari. Naik-turun, kanan-kiri dan seusai berbagai saat ia meperbuatnya, aku merasakan ada sesuatu yang bakal meledak dalam tubuhku. Segera saja aku bangkit sambil memeluk tubuhnya yang tetap ada di atas selangkanganku.
“Ah.. ah.. ah.. ah.. crot..! Crot! Crot! Crot..! Crot..!” setidak sedikit sembilan kali semprotan maniku masuk ke dalam vaginanya.
Setelah itu kita tiduran sebab kelelahan. Ci Ana si hiperseks tetap memeluk tubuhku.
“Win, aku sebetulnya telah lama ingin berhubungan intim denganmu.. aku tahu kau punya senjata yang hebat. Jauh lebih luar biasa dari suamiku yang loyo. Cuma aku belum memperoleh peluang untuk itu. Makanya aku pancing kau dengan alat penis buatan itu. Sehingga jangan marah ya. Tadi aku bersuara ketus seakan-akan menolak kalian hanya permainan saja.
Aku mau tahu seberapa tahan kalian menonton tubuh wanita sepertiku. Makanya aku tadi tidak menutup pintu kamar. Sebab kutahu tentu kalian belum pulang dan kalian tidak bakal pulang sebelum kalian bisa menaklukkanku..” ujarnya tiba-tiba sambil tangannya membelai pelan penis kebanggaanku yang telah mulai mengecil.
Tidak kusangka ia mengatakan itu. Terbukti benar dugaanku. Nyatanya Ci Ana terbukti hiperseks. Ia mau dengan siapa saja dan kapan saja memuaskan hasrat seksnya yang menggebu-gebu. Duh gusti, enaknya punya tetangga seperti dia.
Post A Comment: